Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2013

Problematika Disharmoni Eksekutif dan Legislatif di Tingkat Daerah

Pendahuluan Kebijakan otonomi daerah yang dilahirkan dalam era reformasi seperti saat sekarang ini sangat disadari telah mengundang berbagai penafsiran di dalam implementasinya. Aspek keleluasaan kekuasaan yang diberikan kepada daerah otonom telah melahirkan berbagai dinamika politik lokal. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari perubahan paradigma penyelenggaraan otonomi daerah dari the structural efficiency model ke arah the local democracy model ( Bastian, 2006) . Implikasi politik dari kebijakan otonomi daerah sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan berbagai peraturan pelaksanaannya, menuntut kepekaan dan kemampuan Badan Legislatif Daerah dan Badan Eksekutif Daerah untuk memahami berbagai fenomena yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, sekaligus mampu mengembangkan pola kemitraan yang dengan dila

Dampak Urbanisasi serta Pengembangan UMKM Sebagai Solusi Lapangan Kerja di Daerah Yang Minim Terhadap Kemiskinan Absolut Di Desa

1. Pendahuluan. Secara umum kemiskinan terfragmentasi menjadi dua, yaitu absolute deprivation (kemiskinan absolut) dan relative deprivation (kemiskinan relati f ) . Kemiskinan absolut menunjuk kepada mereka yang tidak bisa mencukupi kebutuhan dasarnya, bisa disebabkan karena cacat ataupun usia nonproduktif, sedangkan   kemiskinan relatif mereka yang sudah bisa memenuhi kebutuhan dasarnya tetapi mereka tidak bisa memenuhi standar normal kehidupan yang berlaku dalam masyarakat tersebut (Sukamto, 2000 : 56). Mbah Tejo dikategorikan ke dalam   kemiskinan absolut (golongan usia nonproduktif)   karena beliau tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan dasar. Fenomena semacam ini sangat umum ditemui di daerah pedesaan di negara Indonesia (yang termasuk ke dalam negara berkembang). Hal ini disebabkan oleh generasi penerus kaum produktif yang enggan memilih hidup di desa untuk menopang kesejahteraan usia non produktif, sehingga hidup dalam keterbatasan ekonomi (Soemardjan, 1988 : 296