Langsung ke konten utama

Understanding Innovator

Review Artikel

Dyer, J. H., Gregersen, H. B., & Christensen, C. M. 2009. The innovator’s DNA. Harvard Business Review, December: 60-67.



DNA Innovator   
Seorang inovator memiliki kecerdasan kreatif yang tidak hanya bertumpu pada keterampilan kognitif (otak kanan), tetapi kedua sisi otak, baik psikomotorik (otak kiri) maupun kognitif.  Kinerja kedua otak tersebut membuat inovator memanfaatkan 5 keterampilan penemuan untuk menciptakan ide-ide baru. Adapun 5 ketrampilan tersebut adalah sebagai berikut.

a.      Berfikir Asosiatif
Berfikir asosiatif itu merupakan bagian penting dari DNA inovator. Dengan berfikir asosiatif, inovator mampu mengenali karakteristik setiap masalah, sehingga saat datang permasalahan, inovator dapat memilih, menyerap dan menggabungkan ide dari tiap karakteristik individu kemudian menuangkan kembali dalam bentuk baru, sehingga permasalahan bisa diatasi dengan mudah.  Inovator membangun kemampuan mereka untuk menghasilkan ide-ide yang dapat digabungkan dalam cara-cara baru.  Semakin sering orang berusaha untuk memahami, mengkategorikan, dan merestorasi  pengetahuan, semakin mudah otak mereka bisa secara alami dan konsisten membuat, menyimpan, dan mengasosiasikannya kembali.
b.      Bertanya
Sebagian besar manajer fokus pada pemahaman bagaimana membuat proses yang sudah ada ataupun sudah dijalankan (status quo) bisa berjalan lebih baik, sedangkan innovator butuh lebih dari itu. DNA Innovator menanggapi hal hal yang tidak lazim (prespektif out of the box) dengan penuh pertanyaan untuk mendapatkan jawaban dari fenomena yang tidak lazim tersebut. Jalan pemikiran inovator berlawanan dengan orang pada umumnya. Selain itu, inovator juga benar benar mendalami masalah yang terjadi, bukan sebagai momok, melainkan sesuatu yang harus dirangkul untuk dicarikan solusi. Dalam penelitian Jeffrey H. Dyer, Hal B. Gregersen, dan Clayton M. Christensen, salah seorang inovator dalam bisnis memiliki pandangan  bagaimana agar bisa menghasilkan  uang tahun depan?  Hal ini menyebabkan wawasan cara eksplorasi perusahaan lebih ditujukan supaya menemukan dan melayani potential customers. Sebagian besar orang  memberlakukan batasan pada pemikiran mereka hanya ketika dipaksa untuk berurusan dengan keterbatasan dunia nyata seperti alokasi sumber daya atau batasan teknologi. Ironisnya, pertanyaan yang sulit menghambat mereka  untuk berpikir dan berfungsi sebagai katalis  out-of-the-box, seharusnya pertanyaan tersebut sebagai tantangan yang harus dipecahkan.  
c.       Mengamati
Inovator sangat berhati-hati , dan konsisten dalam mengamati detail perilaku pelanggan, pemasok, dan perusahaan lain hal ini ditujukan dalam rangka untuk mendapatkan wawasan tentang cara-cara baru melakukan sesuatu.
d.      Bereksperimen
Tidak seperti pengamat yang intens menonton dunia, inovator aktif mencoba ide-ide baru dengan menciptakan prototipe dan meluncurkan pilot. semakin banyak inovator dalam memanfaatkan pengalaman, semakin besar kemungkinan ia berkontribusi memberikan produk inovatif, proses yang inovatif, atau bisnis yang lebih baik.
e.      Berjejaring
 mencari dan menguji ide melalui jaringan individu yang beragam memberikan inovator perspektif yang berbeda secara radikal. Orang yang  inovatif sering  keluar dari jalan mereka untuk bertemu orang-orang dengan berbagai jenis ide-ide dan perspektif agar bisa memperluas domain pengetahuan mereka sendiri.
Semua DNA itu akan bisa membentuk inovasi apabila intensitas prakteknya lebih banyak dilakukan. Dengan semakin banyaknya intensitas praktik tersebut, secara  otomatis inovator bisa menyisihkan waktu untuk dirinya dan timnya secara aktif mengolah lebih ide-ide kreatif. Keterampilan yang paling penting untuk dilatih adalah bertanya. Bertanya "Mengapa" dan "Mengapa tidak" dapat membantu mengakselerasi keterampilan inovasi lainnya.  Selain itu, keterampilan pengamatan juga harus dilatih dengan mengamati  customers  tertentu menggunakan ataupun mendapatkan  produk atau jasa di lingkungan mereka. Alasan penting yang melandasi Inovator banyak bertanya, mengamati, bereksperimen, dan memperluas jaringan yang lebih luas yaitu para inovator aktif memiliki keinginan untuk mengubah status quo, dan mereka berani mengambil risiko untuk membuat perubahan yang terjadi, berdasarkan pengamatan, pertanyaan, eksperimen dan jejaring yang telah dilakukan. Dengan bertanya, memungkinkan inovator untuk keluar dari status quo dan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan baru. Dengan mengamati, inovator mendeteksi detail perilaku pelanggan, pemasok, dan organisasi lain  sehingga mampu menyarankan cara baru dalam melakukan sesuatu. Dengan bereksperimen, mereka tanpa henti mencoba pengalaman baru dan menjelajahi dunia. Dengan mengembangkan jaringan dari berbagai latar belakang, inovator memperoleh perspektif radikal yang berbeda dan bisa mencoba hal-hal baru.
Jika melihat pemimpin di beberapa instansi dan organisasi publik di Indonesia, jiwa inovator belum bisa dipupuk, karena para pemimpin yang sebenarnya berpotensi untuk mengembangkan inovasi, disibukkan dengan kegiatan rutin dan tidak bisa mengalokasikan waktu dengan baik untuk mengasah ketrampilan dari DNA inovator. Inovator leader tidak banyak mencoba untuk melakukan riset dan eksperimen mencoba hal baru karena takut gagal. Mereka malu apabila terjadi kegagalan dan lebih baik menghindari resiko. Penyelesaian terhadap masalah masalah dalam organisasi banyak dilakukan dengan cara curative daripada preventif. Di sisi lain, ada pemimpin yang memang mampu berorientasi out of the box, contoh nyata adalah walikota Surabaya Tri Risma Harini. Ia mampu mengembangkan e gov di Surabaya berbekal pertanyaan besarnya mengenai bagaimana cara meningkatkan efisiensi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Beliau banyak mengamati perlakuan pelayanan publik terhadap masyarakat, ternyata kurang maksimal dan tidak efisien. Dari situ beliau mencoba mendiskusikan dan berjejaring dengan beberapa stakeholder untuk mencari tahu, kemudian melakukan percobaan untuk memperbaiki pelayanan publik dengan menerapkan E gov (kumorotomo, 2008 dan Junaidi, 2011).   

Referensi Tambahan

Junaidi. 2011.”Dukungan E-Government  Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Di Era Otonomi  Daerah : Kasus Best Practices Dari Sejumlah Daerah Di Indonesia”Simposium Nasional Otonomi Daerah, UNTIRTA
Kumorotomo, Wahyudi. 2008. “Pengembangan E-Government Untuk Peningkatan Transparansi Pelayanan Publik, Studi Kasus UPIK di Pemkot Jogjakarta dan E-Procurement di Pemkot Surabaya”. Makalah Konferensi Administrasi Negara, Jogjakarta 28 Juni 2008
www.kompas.com, diakses tanggal 8 september 2013.  


Komentar

Postingan populer dari blog ini

DARI TSSB HINGGA SDSB: SEJARAH “LOTERE LEGAL” SUMBANGAN BERHADIAH DI DIY, 1970AN HINGGA 1993

Indra Fibiona Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta Jl. Brigjen Katamso 139 Yogyakarta 55152 e-mail : indrafibiona@yahoo.com ABSTRAK Fenomena maraknya lotere baik legal maupun ilegal di tahun 1970an menjadi stigma bahwa judi merupakan Tradisi masyarakat jawa. Lotere memiliki ekses negatif terhadap perekonomian termasuk perekonomian masyarakat di DIY. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bertemakan sejarah sosial dengan metode penelitian snowball sampling dan triangulasi (kritik) dengan sumber primer mengenai peristiwa maraknya lotere pada waktu itu. Penelitian ini menjelaskan   tentang penyelenggaraan lotere TSSB hingga SDSB di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam kerangka historis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa   dana dari daerah banyak tersedot ke Jakarta untuk setiap kali pengundian lotere . Keberadaan KSOB dan TSSB juga menyulut protes masyarakat karena dampak negatif yang ditimbulkan. TSSB dan KSOB mengalami metamorfosis menjadi SDSB di ta

Good Governance: Asal Usul, Perkembangan Konsep dan Kritik

 written by:  Indra Fibiona & Bayu Putra Pendahuluan administrasi publik mengalami perkembangan paradigma secara dinamis. Diawali dengan Old Public Administration, di mana terjadi dikotomi locus dan fokus, dan masih kental orientasinya dengan government. OPA pada perkembangannya bergeser menjadi paradigma baru, yaitu   New Public   Manajemen, New Public Services hingga Good Governance (Keban, 2008). Good Governance diterjemahkan sebagai tata pemerintahan yang baik merupakan tema umum kajian yang populer, baik di pemerintahan, civil society maupun di dunia swasta. Kepopulerannya adalah akibat semakin kompleksnya permasalahan, seolah menegaskan tidak adanya iklim pemerintahan yang baik. Good Governance dipromosikan oleh World Bank untuk menciptakan tatanan pemerintahan yang sehat. Pemahaman pemerintah tentang good governance berbeda-beda, namun setidaknya sebagian besar dari mereka membayangkan bahwa dengan good governance mereka akan dapat memiliki kualitas pemerintahan y

Pengembangan Desa Wisata untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Written by Indra Fibiona

Pendahuluan Desa Wisata merupakan suatu bentuk intergrasi antara atraksi akomodasi dan fasilitas pendukung yang tersaji dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku ( Nuryanti, 1993: 2-3) . Desa wisata juga dapat dimaknai sebagai s uatu kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana mencerminkan keaslian pedesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan.             Di dalam pengembangan suatu desa menjadi desa wisata, disamping identifikasi terhadap unsur unsur yang ada di desa, penentuan desa wisata juga harus diimbangi dengan pemahaman karakteristik serta tatanan budaya masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar dapat dimanfaatkan dalam pengembangan aspek perekonomian desa tersebut (dinas par