Langsung ke konten utama

Reformasi Birokrasi UPPK Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kecamatan Randudongkal, Kabupaten Pemalang



Pendahuluan
Reformasi memiliki makna perubahan tanpa merusak atau revitalisasi yang diprakarsai dalam suatu sistem, karena sadar bahwa tanpa reformasi sistem itu bisa ambruk. Ringkasnya, reformasi diprakarsai dari dalam sistem itu sendiri. Karena itu, metode reformasi selalu bersifat gradual, bertahap dan berkesinambungan. Dengan demikian perlu dipahami bahwa suatu proses pemaksaan untuk sebuah reformasi total adalah bertentangan dengan spirit reformasi itu sendiri. Sejauh ini terlihat adanya kecenderungan salah paham dalam masyarakat tentang makna reformasi. Ini perlu diklarifikasikan agar reformasi tidak dijadikan tema untuk menyamarkan sebuah agenda reformasi. Tema penggantian sistem, tidak percaya kepada sistem yang ada, dan semacamnya yang sudah mulai bergulir (winarwan, 2008).
Reformasi juga berarti suatu tindakan perbaikan dari suatu yang dianggap kurang baik tanpa mengesampingkan pranata-pranata yang sudah ada. Pranata-pranata yang dimaksud disini adalah sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat istiadat dan norma yang mengatur tingkah laku itu, dan perlengkapannya dalam berbagai kompleksitas manusia di dalam masyarakat (Winarwan, 2008). Reformasi birokrasi merupakan langkah penting dalam revitalisasi efektivitas birokrasi untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik, karena dalam reformasi birokrasi ada proses peningkatan sistemik kinerja operasional sektor publik secara terencana (Effendi, 2000). Keberhasilan reformasi birokrasi diukur dari suksesnya pelayanan publik yang berorientasi pada keseimbangan antara integritas dan deferensiasi.Di era globalisasi saat ini, birokrasi dituntut untuk dapat mereformasi diri terutama memperbaiki kinerja pelayanan publik. Birokrasi sebagai pelayan masyarakat, regulasi dan pemberdayaan tidak dapat menjalankan fungsi yang diembannya dengan baik. Hal ini terjadi karena adanya faktor-faktor yang turut mempengaruhinya baik secara internal maupun secara eksternal.Terkait dengan hal tersebut, tulisan ini memberikan deskripsi mengenai Reformasi birokrasi yang berjalan di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga. Fokus dan locus tulisan ini adalah reformasi birokrasi di UPPK (Unit PengelolaPendidikan Kecamatan) Randudongkal untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam rangka pencapaian kinerja birokrasi yang lebih baik.


Implementasi Reformasi Birokrasi dan Peningkatan Prestasi Kinerja UPPK Kecamatan Randudongkal 
UPPK Kecamatan Randudongkal melayani administrasi kepegawaian baik pegawai tidak tetap dan pegawai tetap dinas pendidikan pemuda dan olahraga di kecamatan Randudongkal yang bertugas di  59 Sekolah Dasar Negeri dan 2 Sekolah Dasar Swasta dan 24 Taman Kanak – kanak dan 31 Pendidikan Anak Usia Dini.Jumlah total PNS yang ditangani oleh UPPK kecamatan Randudongkal  adalah  387 orang, tersebar di 18 desa di Kecamatan Randudongkal.
Jumlah pegawai di UPPK Kecamatan Randudongkal adalah 20 orang, terdiri dari pegawai PNS  17 orang dan non PNS sebanyak 3 orang.Presentase pegawai yang memiliki kompetensi dalam pengoperasian komputer dan sistem informatika 60%. Ini mengindikasikan bahwa tingkat diferensiasi dan integritas sedang. Jenjang pendidikan yang telah diampu pegawai sebagian besar merupakan lulusan S1 dari berbagai disiplin ilmu. Susunan Organisasi unit pengelola pendidikan (UPPK)  menurut peraturan bupati Pemalang No. 109 tahun 2008  terdiri dari:
a.       Kepala UPPK
Memiliki tugas pokok melaksanakan sebagian tugas dinas pendidikan pemuda dan olahraga di bidang Unit pengelola pendidikan Kecamatan (UPPK), dengan memimpin danmemanajemen administrasi birokrasi UPPK.
b.      Kepala Subbagian Tata Usaha
Memiliki uraian tugas pokok berupa memimpin pengelolaan tata administrasi UPPK
c.       Pelaksana
Memiliki uraian tugas berupa melakukan pengelolaan tata administrasi seperti pembuatan usulan kenaikan pangkat dan jabatan guru, pembuatan laporan sarana, dana bantuan, dana BOS, administrasi UAS dan UAS, serta tugas tugas lainnya.
d.      Kelompok Jabatan Fungsional.
Terdapat 2 substruktur pada kelompok Jabatan fungsional yaitu Pengawas TK/SD yang memiliki tugas pokok untuk melakukan proses monitoring terhadap pelaksanaan pendidikan dan juga infrastruktur untuk sekolah Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar. Substruktur yang ke dua adalah Penilik PNFI (Pendidikan Non-Formal dan Informal) yang memiliki tugas pokok untuk melakukan proses monitoring terhadap pelaksanaan pendidikan  untuk sekolah nonformal maupun informal seperti PAUD, dan sekolah lainnya.
Struktur Organisasi di UPPK Randudongkal
Menurut Max Weber, untuk membagun birokrasi yang ideal, perlu adanya afirmasi dalam membedakan antara birokrasi dengan organisasi lainnya yaitu adanya spesialisasi kerja, adanya hierarki yang berkembang, adanya suatu sistem dari prosedur dan aturan aturan, adanya promosi jabatan yang berdasarkan atas kecakapan (thoha, 2011 : 13). Terkait dengan hal tersebut,  reformasi birokrasi yang telah dilakukan di UPPK Randudongkal mengedepankan spesialisasi kerja, kemudian adanya promosi jabatan sesuai dengan kompetensi dan prestasi yang telah dicapai. Reformasi birokrasi yang dilakukan sedikit demi sedikit membawakan hasil yang baik walau tidak begitu signifikan. Secara bertahap, pada awal  proses recruitment pegawai UPPK menjalani fit and proper test untuk menilai kapabilitas dan kompetensi dasar yang dimiliki. Selain itu, proses learning organization dalam rangka reformasi birokrasi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi serta kreativitas pegawai juga didukung dengan pengadaan diklat oleh Widyaiswara dari provinsi, tetapi masih sangat terbatas.
Ada dua bentuk interaksi antar pegawai dilihat dari pengaturan letak susunan kerja, yaitu bentuk umum terbatas dan bentuk terbuka(thoha, 2011: 96). Bentuk interaksi antar pegawai yang dicerminkan dari letak pengaturan susunan kerja adalah terbuka, tetapi ada pemisahan antara ruang pegawai struktural dengan ruang fungsional. Interaksi antara pegawai struktural dan fungsional mampu terjalin dengan orientasi equalitas yang sangat baik. Selain itu, sikap personal dan impersonal antar pegawai bisa terkontrol. Para pegawai di UPPK mmpu bekerja secara profesional dan juga berorientasi pada sikap kekeluargaan. Koordinasi tugas non deferensiasi antar pegawai mampu dilaksanakan dengan baik. Tidak ada bentuk kooptasi politik dari pihak luar, mengingat pengawasan yang dilakukan oleh dinas pendidikan Kabupaten begitu ketat.
Jika ditinjau dari prespektif peranan hubungan antarpribadi (interpersonal Role) seperti yang diungkapkan Mintzberg, pemimpin memiliki peran sebagai figurehead yakni peran yang dilakukan untuk mewakili organisasi yang dipimpin dalam persoalan dan kesempatan timbul secara formal. Peranan sebagai leader atau bertindak sebagai pemimpin yang memiliki fungsi pokok sebagai kepala, motivator anggota pegawai, fungsi pengembangan dan pengendalian. Selain itu juga peran sebagai perantara (liaison manager) atau hubungan antara pemimpin dengan individu lain di luar organisasi yang dia pimpin (thoha, 2012:266). Berhubungan dengan dengan hal tersebut, Kepala UPPK Randudongkal yang baru mampu melaksanakan tugasnya mengelola kinerja  seluruh pegawai di UPPK Kecamatan Randudongkal dengan cukup baik. Hal tersebut terlihat dari pencapaian tujuan kebijakan dan program. Kepala UPPK Randudongkal memiliki kapabilitas dalam memanajemen dan pengelolaan dengan cukup baik. 
Merit system belum sepenuhnya diterapkan dalam penyelenggaraan birokrasi di UPPK kecamatan Randudongkal, terlihat dari jabatan fungsional maupun struktural yang masih ditempati oleh pegawai yang belum sepenuhnya kompeten.  Di sisi lain,  bentuk  birokrasi  administrasi publik yang dilakukan sudah cukup baik untuk menangani 387 PNS dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga yang tersebar di 13 desa di Kecamatan Randudongkal. Capaian efektivitas kinerja mampu diakselerasi dengan cukup baik, terlihat dari penanganan administrasi kepegawaian dan kebutuhan 387 PNS bisa ditangani dengan proses yang tidak terlalu banyak taking time dan sesuai dengan prioritas.
Konklusi
Menurut Frederickson, indikasi keberhasilan reformasi birokrasi adalah perubahan dari sistem birokratis yang mempunyai karakteristik rowing, service, monopolistic, rule-driven, budgeting inputs, bureaucracy- driven, menjadi birokrasi yang mempunyai karakteristik steering, empowering, competition, mission driven, funding outcomes, customers driven, earning, preventing, teamwork/participation, market/public demand. Dalam hal ini, birokrasi pemerintahan konvensional harus bisa lebih bersifat enterpreneurship, mengutamakan prioritas dan lebih responsif serta efisien dan efektif dalam melakukan pelayanan publik (Soebhan, 2000). Jika melihat indikasi tersebut, UPPK di Kecamatan Randudongkal belum memenuhi semua indikasi yang digambarkan oleh Frederickson, mengingat masih adanya faktor faktor penghambat diantaranya adalah keterbatasan akses informasi serta proses learning organization yang belum maksimal. Perlu adanya peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang lebih intensif terutama terkait dengan inovasi dan kreativitas, agar kinerja pegawai di instansi UPPK Randudongkal bisa lebih maksimal. Selain itu juga teamwork/participation yang belum maksimal mengingat sumber daya manusia  pegawai yang masih sangat terbatas. Dengan demikian, konklusi yang bisa didapat dari reformasi birokrasi yang telah diimplementasikan di UPPK Randudongkal adalah belum tercapainya hasil secara signifikan dan maksimal. Perlu proses learning yang lebih intensif serta komitmen dari segenap civitas stakeholder untuk bisa memaksimalkan  dan mengawal proses reformasi birokrasi secara maksimal. Ekspektasi terhadap proses reformasi yang telah berjalan ke depannya adalah semangat dan komitmen tinggi, serta penghilangan segala bentuk transaksional oleh pegawai diluar ketentuan yang bisa menghambat pencapaian kinerja yang maksimal.

Referensi :
Arsip UPPK Kecamatan Randudongkal
Effendi, sofian. 2000. Ceramah Pada Re-entry Workshop Strategic Management of Local Authorities, Diselenggarakan oleh Badan Diklat Depdagri, 21 Juli 2000.
Peraturan Bupati Pemalang, No. 109 tahun 2008
Thoha, Miftah. 2011. Perilaku Organisasi : Konsep dasar dan Aplikasinya. Jakarta : Rajawali Press.
Soebhan, Syafuan Rozi. 2000. “Model Reformasi Birokrasi Indonesia”. Dalam Jurnal Widyariset, Vol.1, 2000
Uraian Surat Tugas UPPK Kecamatan Randudongkal.
Winarwan, Deddy. 2007. “Reformasi Birokrasi”. Artikel Seminar tentang Kebijakan terkait Birokrasi, Universitas Gadjah Mada  
Wawancara Kasubag UPPK Randudongkal, Kabupaten Pemalang, tanggal 26 desember 2012 pukul 08.30 s.d. pukul 11.45

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DARI TSSB HINGGA SDSB: SEJARAH “LOTERE LEGAL” SUMBANGAN BERHADIAH DI DIY, 1970AN HINGGA 1993

Indra Fibiona Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta Jl. Brigjen Katamso 139 Yogyakarta 55152 e-mail : indrafibiona@yahoo.com ABSTRAK Fenomena maraknya lotere baik legal maupun ilegal di tahun 1970an menjadi stigma bahwa judi merupakan Tradisi masyarakat jawa. Lotere memiliki ekses negatif terhadap perekonomian termasuk perekonomian masyarakat di DIY. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bertemakan sejarah sosial dengan metode penelitian snowball sampling dan triangulasi (kritik) dengan sumber primer mengenai peristiwa maraknya lotere pada waktu itu. Penelitian ini menjelaskan   tentang penyelenggaraan lotere TSSB hingga SDSB di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam kerangka historis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa   dana dari daerah banyak tersedot ke Jakarta untuk setiap kali pengundian lotere . Keberadaan KSOB dan TSSB juga menyulut protes masyarakat karena dampak negatif yang ditimbulkan. TSSB dan KSOB mengalami metamorfosis menjadi SDSB di ta

Good Governance: Asal Usul, Perkembangan Konsep dan Kritik

 written by:  Indra Fibiona & Bayu Putra Pendahuluan administrasi publik mengalami perkembangan paradigma secara dinamis. Diawali dengan Old Public Administration, di mana terjadi dikotomi locus dan fokus, dan masih kental orientasinya dengan government. OPA pada perkembangannya bergeser menjadi paradigma baru, yaitu   New Public   Manajemen, New Public Services hingga Good Governance (Keban, 2008). Good Governance diterjemahkan sebagai tata pemerintahan yang baik merupakan tema umum kajian yang populer, baik di pemerintahan, civil society maupun di dunia swasta. Kepopulerannya adalah akibat semakin kompleksnya permasalahan, seolah menegaskan tidak adanya iklim pemerintahan yang baik. Good Governance dipromosikan oleh World Bank untuk menciptakan tatanan pemerintahan yang sehat. Pemahaman pemerintah tentang good governance berbeda-beda, namun setidaknya sebagian besar dari mereka membayangkan bahwa dengan good governance mereka akan dapat memiliki kualitas pemerintahan y

Pengembangan Desa Wisata untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Written by Indra Fibiona

Pendahuluan Desa Wisata merupakan suatu bentuk intergrasi antara atraksi akomodasi dan fasilitas pendukung yang tersaji dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku ( Nuryanti, 1993: 2-3) . Desa wisata juga dapat dimaknai sebagai s uatu kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana mencerminkan keaslian pedesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan.             Di dalam pengembangan suatu desa menjadi desa wisata, disamping identifikasi terhadap unsur unsur yang ada di desa, penentuan desa wisata juga harus diimbangi dengan pemahaman karakteristik serta tatanan budaya masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar dapat dimanfaatkan dalam pengembangan aspek perekonomian desa tersebut (dinas par