Langsung ke konten utama

Pentingnya perubahan peran dalam Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Administrasi Publik

Written by Bayu Putra Yahya and Indra Fibiona




Pada manajemen sumberdaya manusia yang konvensional, peran personalia dalam pemerintahan, seperti yang berkembang sejak penciptaan sistem pelayanan sipil di akhir abad kesembilan belas, menekankan dua fungsi:  pengolahan rutin prosedur administrasi, seperti gaji dan pensiun, dan penegakan hukum yang semakin kompleks, aturan, dan peraturan yang mengatur sistem pelayanan publik. (Condrey, 2005 :18)
Refleksi dari standardisasi tradisional dari sektor publik HRM, banyak memperkenalkan isi pada bidang yang berfokus pada sejarah dan fungsi dari HRM itu sendiri pada semua level di pemerintahan. Klingner dan Nalbandian’s (2003) dalam perencanaan, perolehan, pembangunan, and sanksi digunakan sebagai alat untuk mengkategorisasikan fungsi dari masing-masing bagian tersebut.
Perencanaan berfokus pada proses yang disusun dari uraian posisi, menganalisis tugas dan kemampuan untuk mengklasifikasi tujuan, menghubungkan sistem klasifikasi ke sistem kompensasi yang merefleksikan secara relevant pasar tenaga kerja, dan baru-baru ini lebih kepada memberikan pandangan strategis untuk perencanaan kekuatan pekerja ataupun hal yang menjadi tantangan pegawai di masa depan.
Perolehan berfokus pada proses yang unik dari penambahan pegawai, penilaian, dan pemilihan seperti yang telah dilakukan terdahulu sesuai dengan ketentuan dan strandarisasi. selain itu juga memperlihatkan bagaimana fungsi tersebut di adaptasi untuk memperkenalkan kesetaraan kesempatan pekerjaan, tindakan afirmasi, dan keanekaragaman kebijakan manajemen di sektor public.
Pembangunan telah dipusatkan untuk memastikan karyawan itu cukup terlatih untuk memenuhi tugas dan tanggungjawab dari posisinya masing-masing, membuat lingkungan pekerjaannya dalam keadaan selamat dan sehat, dan prosesnya cukup mengaji kinerja sebaik seperti menyediakan satu jalan lebar untuk meningkatkan kinerja
Sanksi berfokus pada hubungan karyawan dengan pekerjaan yang saling terkait antara buruh dan majikan atau seperti halnya manajemen dari karyawan dibawah kesepakatan tawar menawar kolektif.

Perubahan Publik HRM: Sebuah intisari
Pergerakan perubahan dalam perjalanan HRM diarahkan pada praktek sistem yang membatasi playanan sipil tradisional. Sistem pelayanan sipil telah ditargetkan untuk melawan kekakuan birokratis, pemborosan, dan ketidakefektifan. Di sisi lain, terdapat 3 jenis reformasi yang dilakukan terkait dengan HRM. Pertama, reformasi proposal dapat berfokus pada bagaimana HRM melakukan tugasnya. Model pertama atau model layanan pelanggan, mengasumsikan bahwa personalia akan melakukan sebagian atau semua fungsi biasa tapi personnelists memberikan masukan agar lebih baik dan lebih cepat. Kedua, reformasi yang berfokus pada fungsi kantor personalia. Model 2, disebut juga pengembangan organisasi dan model konsultasi, personnelists memiliki fungsi baru dalam organisasi, yaitu sebagai internal konsultan untuk manajer pada berbagai masalah organisasi. pendekatan ini biasanya dikombinasikan dengan saran bahwa HRM dalam instansi bisa menanggalkan beberapa fungsi tradisional. Ketiga, reformasi dapat fokus pada HRM dalam organisasi, pada kekuatan dan peran dalam kebijakan organisasi. Dalam model ketiga, manajemen sumber daya manusia lebih strategis, peran personalia adalah untuk mendukung misi strategis organisasi atau lembaga secara keseluruhan. Untuk memenuhi tujuan tersebut, sumber daya manusia (SDM) para pemimpin diakselerasi untuk bertindak sebagai anggota penuh tim manajemen, menghubungkan personil dan kebijakan SDM, dan tujuan. Hal ini mengindikasikan bahwa strategi sangat penting dalam memperkuat perubahan atau konflik dengan satu sama lain (Condrey, 2005 : 19-20).

Desentralisasi dan deragulasi
            Pada upaya untuk membuat pemerintah lebih responsive dan efektif, strategi desentralisasi dan deregulasi adalah satu tanda reformasi manajemen publik pada rubrik dari manajemen umum baru dan menemukan kembali pemerintah (Coggburn, 2000; Kettl, 2000; Thompson, 2001). Pada level nasional, desentralisasi telah melibatkan peralihan dari banyak program dari tingkat yang lebih rendah pada pemerintahan. Desentralisasi dari sistem publik HRM menjadi bagian dari strategi reformasi, mengirim secara terperinci tanggungjawab diantara para agen publik dalam upaya untuk meningkatkan fleksibilitas managerial pada frontline.
            Upaya desentralisasi ditujukan untuk mengganti hal yang bersifat terpusat, sistem rulebound, yang dicontohkan oleh praktek HRM tradisonal publik, dengan agen yang lebih terperinci, sistem manajer terpusat.

Kinerja Berdasarkan Upah
            Sejak 1980s, kinerja berdasarkan skema pembayaran atau bonus adalah satu alternatif yang menarik dalam praktek HRM public. Dengan pemberian kinerja berdasarkan upah secara tidak langsung meningkatkan kinerja dan produktivitas dari pegawai.
            Kinerja berdasarkan upah merupakan sistem penggajian yang didasarkan atas kompetensi yang dimiliki masing-masing tenaga kerja. Penentuan bayaran dilaksanakan dengan mengaitkan/menghubungkan kemampuan seorang individu (person-based pay) dan bukan karakteristik pekerjaan(job-based pay). Dalam implementasinya hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah menetapkan standar kompetensi untuk setiap individu serta melakukan evaluasi secara efektif untuk masing-masing individu tersebut.

Broadbanding
Dengan menekankan pada kompenasasi untuk karyawan sesuai dengan keterampilan uniknya, broadbanding menggerakan sebuah posisisi manajemen tradisional kemudian menekankan pada langkah dan rencana yang ingin dicapai. sederhananya sistem klasifikasi pekerjaan tradisional dimaksudkan untuk meningkatkan egalitarianism dengan menghilangkan perbedaan yang mengiringi pembayaran terhadap kualitas. Broadbanding dimaksudkan untuk melengkapi fitur reformasi seperti pemberdayaan, kinerja berdasarkan upah, dan pelayanan pelanggan dengan menekankan judul dan hirarki diantara manajemen posisi.

Employment at will
Menurut Mondy & Noe (2005), Employment at will merupakan kontrak tidak tertulis dimana karyawan setuju bekerja untuk majikan tetapi tidak ada kesepakatan untuk berapa lama persetujuan kerja itu akan berakhir.
Pengusaha dapat melakukan hal-hal tertentu untuk membantu melindungi mereka terhadap proses pengadilan yang salah  dalam pelanggaran kontrak kerja. Pekerja bisa tidak dipekerjakan jika tidak menandatangani penolakan at-will. Selain itu, petunjuk kebijakan harus jelas dinyatakan dalam huruf tebal, lebih besar dari cetak normal, sehingga sangat jelas bagi karyawan bahwa ini adalah hubungan at-will. Menurut UURI No 13 th 2003 Pasal 56, perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.

Privatisasi
Privatisasi adalah satu komponen kunci dari reformasi manajemen umum, dimaksudkan untuk melayani sebagai sebuah ukuran untuk peningkatan tanggung-jawab dan mutu dari jasa (Kettl, 2000; Savas, 2000). Penganjur dari privatisasi meminta dengan tegas bahwa pemborosan dari sistem publik HRM harus dihentikan sekarang karena tidak memiliki alternatif tetapi menganjurkan di tingkatkan penggunaan kontraktor yang bisa menyewa personil baru secara cepat dan menghilangkan pemain yang lemah[1]

Implikasi untuk Pendidikan HRM publik
Setiap perubahan potensial secara dramatis merubah fungsi inti tradisional dari publik HRM yang memiliki hubungan dengan kebaikan dan keadilan. (Thompson, 2001) dan menyarankan di perlukannya suatu penafsiran secara signifikan untuk pendidikan publik HRM. di beberapa kasusu desentralisasi, seperti ketika pemerintah berada jauh dari pusat personalia karyawan, profesional HR yang memiliki tingkatan lebih tinggi memiliki beban tanggung jawab yang lebih besar. Tanpa seseorang yang ahli pada pusat personalia staff, professional HR akan sangat membutuhkan pelatihan dalam mengemban tanggung jawab yang baru dalam lingkungan perubahan. (Coggburn, 2000; Hou et al., 2000).
Profesional HR akan membutuhkan pelatihan yang lebih baik untuk mendisain dan mengimplementasikan sebuah sistem penilaian kinerja efisien yang secara akurat memberikan penghargaan kepada tingkah laku yang berkontibusi dalam kesuksesan.
privatisasi dari fungsi HR akan lebih memerlukan pengetahuan yang lebih luas dari analisis biaya dan manfaat dan manajemen kontrak, dan profesional HR bertanggungjawab pada manajemen kontrak yang mana akan memerlukan alat untuk memastikan tanggung-jawab melalui monitoring, pembatasan  yang sah, kompetisi, akuntansi biaya, dan keseluruhan evaluasi (Siegel, 1999, 2000).

Model evaluasi strategis sektor privat dari pendidikan HRM
            salah satu dampak primer dari adanya perubahan yaitu telah menghilangkan kunci pembedaan diantara sektor publik dan private dari HRM. secara ringkas negara akan bertambah sulit untuk membedakan antara peraturan sehari-hari dan tanggung jawab dari sektor publik dan privat pada profesional HR. hal terpenting pada HR adalah skill dan kompetensi dimana dengan adanya pendidikan HR akan bermanfaat bagi sarjana public HRM untuk dapat mengevaluasi antara sifat alami dan bidang lapangan bagi mereka yang ingin berkarir menjadi HR.
            Secara keseluruhan, program pendekatan dalam pelatihan HRM berbeda dengan program administrasi publik hal ini bisa di lihat dari dua hal yaitu Pertama, dan terkemuka, program ini mempertimbangkan murid untuk mendapat pelatihan khusus di HRM sampai batas tertentu yang tidak tersedia di sekolah mpublic affair dan administrasi.

Referensi

·         Coggburn, J. D. (2000). Is deregulation the answer for public personnel management? Revisiting a familiar question: Introduction. Review of Public Personnel Administration, 20(4), 5-8.

Condrey stephen E. (Ed.). 2005. Hanbook of Human Resources Management in Government. San Francisco : Jose Bass.

Llorens, Jared J., R. Paul Battaglio Jr. 2010. Human Resources Management in a Changing World: Reassessing Public Human Resources Management Education

 

·   Mondy, Wayne R. & Noe, Robert, M. (2005). Human Resource Management. New Jersey. Pearson Education. Implications for Public HRM Education

·         Klingner, D. E., & Nalbandian, J. (2003). Public personnel management: Contexts and strategies (5th ed.). Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.

·         Thompson, J. R. (2001). The civil service under Clinton: The institutional consequences of disaggregation. Review of Public Personnel Administration, 21, 87-113.


[1] Maranto 2001, Thinking the unthinkable in public administration: A Case for spoils in the federal bureaucracy. In S. E. Condrey & R. Maranto (Eds.), Radical reform of the civil service (pp. 69-86). Lanham, MD: Lexington Books.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DARI TSSB HINGGA SDSB: SEJARAH “LOTERE LEGAL” SUMBANGAN BERHADIAH DI DIY, 1970AN HINGGA 1993

Indra Fibiona Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta Jl. Brigjen Katamso 139 Yogyakarta 55152 e-mail : indrafibiona@yahoo.com ABSTRAK Fenomena maraknya lotere baik legal maupun ilegal di tahun 1970an menjadi stigma bahwa judi merupakan Tradisi masyarakat jawa. Lotere memiliki ekses negatif terhadap perekonomian termasuk perekonomian masyarakat di DIY. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bertemakan sejarah sosial dengan metode penelitian snowball sampling dan triangulasi (kritik) dengan sumber primer mengenai peristiwa maraknya lotere pada waktu itu. Penelitian ini menjelaskan   tentang penyelenggaraan lotere TSSB hingga SDSB di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam kerangka historis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa   dana dari daerah banyak tersedot ke Jakarta untuk setiap kali pengundian lotere . Keberadaan KSOB dan TSSB juga menyulut protes masyarakat karena dampak negatif yang ditimbulkan. TSSB dan KSOB mengalami metamorfosis menjadi SDSB di ta

Good Governance: Asal Usul, Perkembangan Konsep dan Kritik

 written by:  Indra Fibiona & Bayu Putra Pendahuluan administrasi publik mengalami perkembangan paradigma secara dinamis. Diawali dengan Old Public Administration, di mana terjadi dikotomi locus dan fokus, dan masih kental orientasinya dengan government. OPA pada perkembangannya bergeser menjadi paradigma baru, yaitu   New Public   Manajemen, New Public Services hingga Good Governance (Keban, 2008). Good Governance diterjemahkan sebagai tata pemerintahan yang baik merupakan tema umum kajian yang populer, baik di pemerintahan, civil society maupun di dunia swasta. Kepopulerannya adalah akibat semakin kompleksnya permasalahan, seolah menegaskan tidak adanya iklim pemerintahan yang baik. Good Governance dipromosikan oleh World Bank untuk menciptakan tatanan pemerintahan yang sehat. Pemahaman pemerintah tentang good governance berbeda-beda, namun setidaknya sebagian besar dari mereka membayangkan bahwa dengan good governance mereka akan dapat memiliki kualitas pemerintahan y

Pengembangan Desa Wisata untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Written by Indra Fibiona

Pendahuluan Desa Wisata merupakan suatu bentuk intergrasi antara atraksi akomodasi dan fasilitas pendukung yang tersaji dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku ( Nuryanti, 1993: 2-3) . Desa wisata juga dapat dimaknai sebagai s uatu kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana mencerminkan keaslian pedesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan.             Di dalam pengembangan suatu desa menjadi desa wisata, disamping identifikasi terhadap unsur unsur yang ada di desa, penentuan desa wisata juga harus diimbangi dengan pemahaman karakteristik serta tatanan budaya masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar dapat dimanfaatkan dalam pengembangan aspek perekonomian desa tersebut (dinas par