Langsung ke konten utama

Dampak Urbanisasi serta Pengembangan UMKM Sebagai Solusi Lapangan Kerja di Daerah Yang Minim Terhadap Kemiskinan Absolut Di Desa






1. Pendahuluan.
Secara umum kemiskinan terfragmentasi menjadi dua, yaitu absolute deprivation (kemiskinan absolut) dan relative deprivation (kemiskinan relatif). Kemiskinan absolut menunjuk kepada mereka yang tidak bisa mencukupi kebutuhan dasarnya, bisa disebabkan karena cacat ataupun usia nonproduktif, sedangkan  kemiskinan relatif mereka yang sudah bisa memenuhi kebutuhan dasarnya tetapi mereka tidak bisa memenuhi standar normal kehidupan yang berlaku dalam masyarakat tersebut (Sukamto, 2000 : 56). Mbah Tejo dikategorikan ke dalam  kemiskinan absolut (golongan usia nonproduktif)  karena beliau tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan dasar. Fenomena semacam ini sangat umum ditemui di daerah pedesaan di negara Indonesia (yang termasuk ke dalam negara berkembang). Hal ini disebabkan oleh generasi penerus kaum produktif yang enggan memilih hidup di desa untuk menopang kesejahteraan usia non produktif, sehingga hidup dalam keterbatasan ekonomi (Soemardjan, 1988 : 296 – 297). Mbah Tejo ditinggalkan oleh kedua anak beliau yang notabene sebagai penopang hidup beliau ketika beliau berada dalam usia nonproduktif.
            2.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang diajukan untuk memperjelas pembahasan masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Mengapa banyak generasi muda lebih memilih berurbanisasi? Faktor penting apa yang menyebabkan generasi muda  lebih memilih berurbanisasi ?
2.      Bagaimana solusi yang efektif untuk mereduksi urbanisasi generasi muda, sehingga bisa memiliki pekerjaan layak ?
            2.3. Pembatasan Masalah
Untuk memudahkan dalam pembahasan dan mengingat banyaknya faktor-faktor yang  mempengaruhi generasi muda lebih memilih mencari pekerjaan  di kota, serta untuk menghindari kekeliruan dalam pembahasan nantinya, maka penulis membatasi masalah dalam penelitian ini pada faktor yang paling mempengaruhi generasi muda lebih memilih berurbanisasi serta solusi alternatif yang tepat untuk mengatasinya.
3. Maksud dan Tujuan Penelitian
            3.1. Maksud Penelitian
Penelitian ini bermaksud untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnya mengenai fenomena kemiskinan absolut di  Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali.
3.2. Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana kemiskinan absolut yang ada di daerah Ngemplak, serta pemberdayaan masyarakat produktif untuk bisa menunjang hidup masyarakat miskin absolut.
2.      Untuk mengetahui pentingnya UMKM  bisa tercapai .
4. Kegunaan Penelitian
4.1.      Bagi Aspek Keilmuan
Hasil penelitian yang telah dilakukan diharapkan akan bermanfaat dalam menambah pengetahuan baru, wacana penelitian sebelumnya yang mencoba memahami. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan untuk memperkaya kajian teoritis, guna memberikan kontribusi akademis bagi pengembangan pengetahuan.
4.2.      Bagi Aspek Gunalaksana (Praktis)
Dari aspek gunalaksana diharapkan sebagai bahan masukan dan pertimbangan Dinas Koperasi dan UMKM guna mengentaskan kemiskinan berbasis pada peningkatan UMKM.
5.      Kerangka Teori
Menurut Nasikun (1995), kondisi yang sesungguhnya harus dipahami mengenai kemiskinan :
“Kemiskinan adalah sebuah fenomena multifaset, multidimensional, dan terpadu.  Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan sandang, pangan, dan papan.  Hidup dalam kemiskinan seringkali juga berarti akses yang rendah terhadap berbagai ragam sumberdaya dan aset produktif yang sangat diperlukan untuk dapat memperoleh sarana pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup yang paling dasar tersebut, antara lain: informasi, ilmu pengetahuan, teknologi dan kapital.  Lebih dari itu, hidup dalam kemiskinan sering kali juga berarti hidup dalam aliansi, akses yang rendah terhadap kekuasaan, dan oleh karena itu pilihan-pilihan hidup yang sempit dan pengap”. 

Pandangan ini mengisyaratkan, bahwa permasalahan kemiskinan tidak hanya berdiri sendiri, sehingga dalam penanggulangannya menuntut pemahaman, kecermatan dan kehati-hatian. Di dalam diri masyarakat miskin tidak hanya terdapat kelemahan (kondisi serba kekurangan), tetapi dalam diri mereka juga terdapat potensi yang dapat dipergunakan sebagai modal dasar dalam pengembangan dirinya. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa program penanggulangan kemiskinan harus mampu mengakomodasikan kedua aspek tersebut. Untuk itu diperlukan strategi yang tepat oleh pemerintah guna penanggulangan kemiskinan, sesuai dengan karakteristik daerah itu sendiri.
Selain itu, beragam kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan di Indonesia selama ini bersifat “Top Down”. Hal ini juga ditegaskan oleh Mudrajat Kuncoro dalam Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang, bahwa;
“Sentralisasi yang sangat kuat dimasa lalu juga berimbas ke kebijakan pengurangan kemiskinan dimana hampir setiap program kemiskinan bersifat top-down dengan keterlibatan minimal dari pemerintah daerah dalam formulasi kebijakannya. Program yang bersifat top down  tersebut ternyata juga gagal dalam merefleksikan perbedaan antar daerah yang kadang-kadang bisa menjadi sangat signifikan. Kegagalan dalam Inpres Desa Tertinggal (IDT) merupakan salah satu contoh diskontinuitas suatu program pengurangan kemiskinan karena terjadinya kegagalan di banyak daerah”.
6.      Metode Penelitian
6.1.      Desain Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 1998 : 3) mengartikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sedangkan Arikunto (1998) menyatakan bahwa penelitian deskriptif tidak bermaksud untuk menguji hipotesis tertentu tetapi hanya menggambarkan “apa adanya” tentang sesuatu variabel, gejala atau keadaan. Lebih lanjut Arikunto (1998 : 114) :
Penelitian yang menghasilkan data deskriptif yakni daya yang diperoleh secara langsung dari responden yang dijadikan sumber informasi atau obyek penelitian atau data yang diperoleh secara tidak langsung dari responden melalui bahan bacaan, surat kabar, buku literatur, notulen rapat, dokumen resmi serta sumber-sumber lainnya.
Sedangkan menurut Ndraha (2003 : 631) mengatakan bahwa :
Melalui metodologi kualitatif, peneliti mendengar dan melihat para nara sumber berbicara sebenarnya (maka jangan dipengaruhi) tentang dirinya (mereka) sendiri dengan perspektif (perspective truth) masing-masing dan mengamati mereka berperilaku seadanya terhadap lingkungannya sesuai dengan posisi dan peran di dalam sistem sosial masing-masing pula, kendatipun peneliti menganggapnya aneh.
Not only do people interpret things differently, they focus their attention on different thing”. Selanjutnya “just as different people may interpret the same things differently, so too may same person interpret thing differently at different times”.

Dengan demikian, maka penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif di mana data penelitian yang dikumpulkan di lapangan dijadikan dasar untuk menggali informasi tentang karakteristik objek yang diperoleh dari berbagai sumber data.
6.2.      Sumber dan Jenis Data
6.2.1.      Sumber Data
Arikunto (1998 : 11) menyatakan bahwa “Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh”. Maka dalam penelitian ini penulis mendapatkan sumber data yang dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :
1.      Informan, yaitu orang-orang yang diamati dan memberikan data berupa kata-kata atau tindakan serta mengetahui dan mengerti masalah yang sedang diteliti.
Penentuan informan dilakukan menurut prinsip purposif dengan tipe purposeful stratifed sampling.
Menurut Arikunto (2002 : 117) yang mengemukakan bahwa “Sampel bertujuan atau puposive sample dilakukan dengan cara mengambil subjek didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas tujuan tertentu”. Tujuan terpilihnya sampel ini  adalah untuk mendapatkan kasus-kasus yang kaya informasi dan memilih orang-orang yang memungkinkan peneliti mempelajari beberapa isu sentral.
6.2.2.      Jenis Data
Data Primer adalah data yang langung diperoleh dari objek penelitian. Menurut Soekanto (1986 : 12) menjelaskan data primer atau dasar (primary atau basic data) diperoleh langsung dari sumber pertama, sedangkan data sekunder (secondary data) antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku kerja dan seterusnya.
6.3.      Latar (Setting) dan Lapang (Field) Penelitian
Setting menurut Miles dan Huberman dalam Creswell (1994 : 149) yaitu The setting (where the research will take place). Sedangkan lapang (field) penelitian menurut Emerson dalam Newman (1997 : 343) adalah “Field research is the study of people acting in the natural courses of their daily lives”. Setting penelitian ini adalah arena dan situasi di mana wawancara dan observasi berlangsung di desa Dibal dan Sindon Kecamatan Ngemplak. Penelitian tentang kemiskinan absolut di kecamatan Ngemplak dilakukan dengan pengamatan mendalam terhadap perilaku dan tutur kata dari warga miskin dan juga  pemberitaan media massa.
6.4.      Teknik Pengumpulan Data dan Pengujian Keabsahan Data
6.4.1.      Teknik Pengumpulan Data
Pada umumnya, di dalam penelitian dikenal tiga jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi dan wawancara atau interview. Ketiga alat tersebut dapat dipergunakan masing-masing atau bersama-sama (Soekanto, 1986 : 21).
Menurut Creswell (1994 : 149), prosedur pengumpulan data kualitatif terbagi dalam 4 (empat) tipe dasar yaitu “Observation, interviews, document dan visual images”. Dalam penelitian ini penulis menggunakan prosedur pengumpulan data melalui :
1.      Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2001 : 180).
Metode wawancara dipergunakan sebagai alat untuk mencari data yang tidak dapat diperoleh dengan cara dokumentasi dan sifatnya sebagai cross check atas data yang diperoleh melalui studi dokumen. Wawancara dilakukan terhadap para informan mengenai semua aspek objek yang akan diteliti. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tak terstruktur disebut juga wawancara mendalam, intensif, kualitatif dan wawancara bebas atau terbuka.
2.      Dokumentasi
Dalam hal ini, penelitian akan mengumpulkan bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan judul penelitian objek penelitian.
Dokumen merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif. Dokumen adalah catatan tertulis yang isinya merupakan setiap pernyataan tertulis  yang disusun oleh seseoang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau menghasilkan akunting seperti dikemukakan oleh Moleong dalam Sedarmayanti (2002 : 86) dan berguna bagi sumber data, bukti ataupun informasi kealamiahan yang sukar diperoleh, sukar ditemukan dan membuka kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki menurut Parsudi dalam Sedarmayanti, Syarifudin Hidayat (2002 : 86).
6.4.2.      Teknik Pengujian Keabsahan Data
Teknik pengujian keabsaan data diperlukan untuk memperoleh validitas data, maka yang mula-mula digunakan adalah pengujian keabsahan data dengan menggunakan teknik triangulasi yaitu dengan melakukan chek dan rechek dan cross chek terhadap data yang diperoleh yaitu dari data primer melalui wawancara dan data sekunder. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan data yang diperoleh melalui wawancara, pengamatan, studi kepustakaan dan arsip sebagai pembanding atau keperluan pengecekan, (Moleong, 1998 : 178). Selanjutnya Patton (dalam Moleong, 1998 : 178) menyatakan bahwa triangulasi dengan menggunakan sumber data berarti membandingkan dengan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.
Adapun cara yang digunakan dalam triangulasi adalah :
1.      Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara dengan informan;
2.      Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi;
3.      Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu;
4.      Membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain yang menjadi objek penelitian;
5.      Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang saling berkaitan.

Setelah pengujian keabsahan data, selanjutnya dilakukan penafsiran data. Data yang telah dikumpulkan dihubungkan dan diuji dengan kategori yang telah ditetapkan, kemudian data tersebut ditafsirkan dengan cara menghubungkan antara konsep dengan teori yang ada, kemudian diambil kesimpulan.
6.5.      Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan dalam suatu penelitian. Menurut Moleong (1998 : 117) penelitian dengan metode kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berperan serta, namun peranan penelitian yang sangat menentukan keseluruhan skenarionya. Dengan demikian instrumen yang digunakan dalam penelitian yang menggunakan metode kualitatif adalah peneliti itu sendiri.
Fungsi peneliti sebagai instrumen penelitian bertujuan untuk mendapatkan daya yang valid dan reliable. Untuk dapat memenuhi data yang valid dan reliable, peneliti langsung melakukan pengamatan dan wawancara dengan informan. Oleh karena itu, peneliti sebagai intrumen penelitian sebelum melakukan pengamatan ke lapangan sudah harus mempersiapkan dan membekali diri dengan kemampuan melakukan pengamatan dan pengetahuan tentang latar (setting) dan lapangan (field) pada lokasi penelitian.
6.6.      Teknik Analisis Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis dengan menggunakan model interaktif. Mengutip pendapat Miles dan Hubermann (1992 : 16) bahwa dalam model jenis ini terdapat 3 (tiga) komponen analisis, yaitu reduksi, sajian data dan penarikan kesimpulan.  Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhana, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Dengan demikian reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga kesimpulan dapat ditarik dan diverifikasi. Secara sederhana dapat dijelaskan, dengan reduksi data kita dapat menyederhanakan data kualitatif dan mentransformasikannya dengan berbagai cara misalnya melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan dan atau menggolongkannya dalam suatu pola yang lebih jelas.
6.7.      Tempat dan Lokasi Penelitian
Tempat dan lokasi penelitian dilakukan di Desa Sindon dan Dibal Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Provinsi Jawa tengah.
Gambar Peta Satelit kecamatan Ngemplak Boyolali (Sumber : Google Map)
7. Pembahasan
Desa Sindon dan Dibal merupakan desa yang berbatasan dengan Desa Gagaksipat (tempat di mana bandara Adisumarmo dibangun). Selain itu, di Kecamatan Ngemplak juga  fasilitas asrama haji yang setiap tahun dipergunakan calon jamaah haji dari berbagai penjuru kabupaten di provinsi Jawa Tengah, tepatnya berada di Desa Donohudan yang terletak tidak jauh dari Desa Sindon dan Dibal. Berdasarkan survey potensi UMKM KKN UGM Unit 177 tahun 2008[1], sebagian besar penduduk Desa Sindon dan Dibal bekerja sebagai petani, serta peternak. Sebagian penduduk  juga  beralih profesi menjadi pengrajin batu bata apabila musim kemarau tiba. Hal ini dilakukan sebagai alternatif  untuk memenuhi kebutuhan hidup.  Bila dibandingkan dengan Gagaksipat dan Donohudan, Sindon sangat  jauh tertinggal dalam pembangunan infrastruktur desa. Pembangunan  Desa Gagaksipat yang memiliki bandara internasional, berkembang sangat signifikan karena dituntut prima untuk memenuhi standar pelayanan internasional.  Imbasnya, pendapatan masyarakat sekitar bandara Adisumarmo pun meningkat. Begitu juga dengan Donohudan, Pembangunan asrama haji berdampak pada pendapatan masyarakat sekitarnya yang juga meningkat. Hal tersebut sangat kontras jika dibandingkan dengan desa – desa lainnya di kecamatan Ngemplak, salah satunya adalah desa Dibal dan Sindon. Tingkat pendidikan masyarakat  yang rendah, serta terbatasnya fasilitas dan prasarana sosial yang rendah menyebabkan kesejahteraan masyarakat rendah (Bagul Dagur, 2004:125) .  Inilah  yang terjadi di desa Sindon dan Dibal. Ada kesenjangan sosial yang terlihat jelas antara masyarakat desa Gagaksipat dan Donohudan dengan Sindon dan Dibal. Masyarakat di sindon dan Dibal, seperti Mbah Tejo itu tidak mendapatkan pendidikan serta ditinggalkan kedua anaknya untuk bekerja di kota dengan alasan lapangan pekerjaan yang tersedia di kota lebih banyak daripada di desa, menyebabkan tingkat kesejahteraan yang rendah bagi beliau.
Sebenarnya ada beberapa alternatif kebijakan yang bisa diimplementasikan untuk mereduksi eksodus generasi muda ke kota untuk bekerja di kota dengan alasan lapangan pekerjaan yang tersedia di kota lebih banyak daripada di desa. Salah satunya adalah pengembangan UMKM. Keunggulan utama penanggulangan kemiskinan melalui UMKM adalah kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja (Varma, 1997; Walle, 2000). Pada umumnya kegiatan UMKM bersifat padat tenaga kerja. Kerajinan anyaman, gerabah, kulit, garmen, patung, dan pengolahan bahan pertanian, dll. adalah beberapa contoh kegiatan UMKM yang bersifat padat tenaga kerja. Pengembangan UMKM yang umumnya berada di wilayah pedesaan atau di daerah pinggiran kota dengan pola sub-kontrak, telah menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru tanpa harus menggusur sektor primer (pertanian). Kedua sektor ini hidup dan saling melengkapi (World Bank, 1990). Di beberapa wilayah di jawa, kerajinan home industri telah berhasil menahan sebagian besar tenaga kerja muda di desa, karena sebagian besar kegiatan industri kecil di desa dilakukan oleh kaum muda. Pola ini membuat pemilikan lahan pertanian tidak terpecah sebab anak-anak petani tidak ikut masuk sektor pertanian yang lahannya sudah semakin sempit, melainkan masuk sektor industri (UMKM) tanpa harus meninggalkan desa. Dampaknya kemudian adalah meningkatnya pendapatan, yang selanjutnya meningkatkan pula permintaan penduduk terhadap penyediaan sarana pendidikan. Perkembangan ini terus berlanjut, karena sarana sekolah (hingga tingkat SMA) akhirnya tersedia di tempat yang bisa dijangkau tanpa harus meninggalkan desa. Di Sidoarjo dan Gresik dengan produk-produk dari industri tas, dompet, kerupuk, dan garmen juga menunjukkan pola yang sama.
Peran lain UMKM dalam penanggulangan kemiskinan adalah penciptaan wirausaha baru (Walzar and Jacobs, 1998; Sakurai, et.al., 1996). Dalam menjalankan usaha, pengusaha kecil - menengah tidak semata-mata mencari keuntungan, tetapi menolong dan saling kerjasama menjadi ciri yang cukup menonjol. Pekerja tidak semata-mata dijadikan sebagai ”pekerja”,  melainkan juga dididik untuk melakukan pekerjaan seperti yang dijalani oleh pengusaha. Ketika pengusaha sudah merasa yakin bahwa pekerja ini mampu mandiri, maka pekerja ini akan “diusir dari pekerjaan” dan harus berdiri dengan usahanya sendiri. Cara ini disamping menciptakan lapangan kerja baru juga  menciptakan hubungan yang saling menguntungkan. Sebagai contoh, ketika seorang bekas karyawan mendapat order besar dan tidak mampu menangani sendiri, maka orang pertama yang akan diminta bantuannya adalah bekas bosnya. Demikian juga sebaliknya ketika bekas bos memperoleh order dan tidak sanggup mengerjakannya, maka orang pertama yang diminta bantuannya adalah bekas anak buahnya. Pola ini selain menjalin kerjasama juga menjamin kualitas produk sesuai dengan yang diharapkan.
Selanjutnya, keberadaan UMKM terutama di pedesaan juga mampu membantu orang miskin yang sebenarnya tidak atau belum produktif. Di industri garmen, ibu rumah tangga bisa mengisi waktu luangnya dengan memasang kancing. Dari kenyataan sebagaimana diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan UMKM (jenis tertentu) tidak hanya menciptakan peluang kerja bagi si miskin yang produktif dan mau berusaha, tetapi juga dapat menyerap mereka yang tidak atau belum produktif.[2] Implikasi langsung dari terjadinya penyerapan tenaga kerja adalah adanya pendapatan yang diterima oleh para pekerja. Pekerja di sektor UMKM pada umumnya dibayar berdasarkan jumlah pekerjaan yang berhasil diselesaikan. Seandainya pembangunan sumberdaya manusia serta pengembangan UMKM di desa Sindon dan Dibal dikelola dengan lebih baik, semisal dengan memberikan workshop kepada warga untuk mengembangkan UMKM seperti kerajinan tangan, pertanian dan peternakan, serta didukung dengan pembangunan sarana infrastruktur penunjang yang baik, mungkin kesenjangan sosial masyarakat desa Sindon dan Dibal dengan Gagaksipat dan Donohudan dapat diminimalisir.               
Referensi :
Arikunto, Suharsimi, 1996, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, jakarta.
Bagul Dagur, Antony. 2004. Prospek dan Strategi Pembangunan Kabupaten Manggarai dalam Prespektif Masa Depan. Jakarta : Indomedia.
Creswell, John W. 1994. Research Design: Qualitative & Quantitative Approaches. California : Sage.
Econit, 2000, Strategi dan Kebijakan Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Jakarta, Econit Advisory Group. Laporan tidak diterbitkan.
Endang Tjitroresmi, 1995, Studi Kasus Industri Kecil Mebel di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat dalam Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil di Pedesaan, Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan LIPI
Esmara, Hendra, 1990, Industri Kecil dan Lingkungan Kebudayaan: Pengalaman Sumatera Barat dan Industrialisasi Pedesaan, Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian IPB dan ISEI cabang Jakarta.
Griffin, Keith, 1996, “Domestic Policy in Developing Countries and Their Effects on Employment, Income Inequality and Poverty” in Keith Grfiin, Studies in Globalization and Economic transformation, Macmillan.
Keban, T. Yeremias, 1994, Pengantar Administrasi Publik, Modul untuk Matrikulasi Administrasi publik, MAP- UGM, Yogyakarta.
Keban, T. Yeremias. 1998. Cara Pengukuran Variabel Penelitian. UGM Yogyakarta.
Miles,  Matthew,  A. Michael Huberman, 1992,  Qualitative Data Analysis: An Expanded Sourcebook. California :Sage. 
Moleong, Lexy J.. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya
Mulyana, Deddy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Nasikun, 1995, Kemiskinan di Indonesia Menurun, dalam  Perangkap Kemiskinan, Problem, dan Strategi Pengentasannya, Airlangga University Press.
Ndraha, Taliziduhu. 2003. Metodologi Ilmu Pemerintahan. Jakarta : Rineka Cipta. 
PSE-KP, 2003, Dampak Pola Pembiayaan Usaha Skala Mikro terhadap Kinerja Bank dan Nasabah, PSE-KP UGM.
Rodrik, D, 1997, “Has Globalisation Gone Too Far?, NLESTER, Washington
Sadono, Setyawan, 1993, Upaya Pengentasan Kemiskinan Pedesaan di Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo dengan Pengembangan Badan Kredit Desa, 1993
Sakurai, N., et.al., 1996, The Impact of R & D and Tecnlogy and Economics, London Cambrige University Press
Sedarmayanti. 2002. Dasar Dasar Pengetahuan Tentang Perkantoran. Bandung : Mandar Maju.
Soekanto, Surdjono. 1986. Pengantar Penelitian Umum. Jakarta: UI press.
Soemardjan, Selo. 1981. Perubahan Sosial masyarakat Yogyakarta. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Sukamto. 2000. “Agama dan Kemiskinan”. Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol. 2, No. 2.
Thomas, A. Timberg, 2000, Small and Micro-Entrepreneurship (SME)-Without the Kredit Usaha Kecil (KUK) Loan Program, Partnership for Economic Growth, Bank Indonesia.
Varma, A, 1997, “Labour, Labour Markets and the Economic Integration of Nation” in C Carnpbell (ed), Regionalization and Labour Market Interdepence in East and South Asia, International Institute for Labour Studies, ILO, Geneva.
.

Wawancara
Wawancara dengan Bapak Sutejo (Mbah Tejo)
Tempat : Desa Sindon, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah
Waktu : Tanggal 28 Juli 2008, pukul 10.00
Wawancara dilakukan dalam bahasa Jawa


[1] Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa UGM Unit 177 dilaksanakan atas prakarsa LPPM UGM yang bekerjasama dengan Dinas Koperasi untuk memetakan potensi UMKM dan penggunaan energi alternatif. 
[2] Studi ini tidak menganjurkan anak-anak untuk bekerja, melainkan hendak menunjukkan bahwa berkembangnya UMKM dapat membantu anak dari keluarga miskin mampu menolong dirinya sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DARI TSSB HINGGA SDSB: SEJARAH “LOTERE LEGAL” SUMBANGAN BERHADIAH DI DIY, 1970AN HINGGA 1993

Indra Fibiona Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta Jl. Brigjen Katamso 139 Yogyakarta 55152 e-mail : indrafibiona@yahoo.com ABSTRAK Fenomena maraknya lotere baik legal maupun ilegal di tahun 1970an menjadi stigma bahwa judi merupakan Tradisi masyarakat jawa. Lotere memiliki ekses negatif terhadap perekonomian termasuk perekonomian masyarakat di DIY. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bertemakan sejarah sosial dengan metode penelitian snowball sampling dan triangulasi (kritik) dengan sumber primer mengenai peristiwa maraknya lotere pada waktu itu. Penelitian ini menjelaskan   tentang penyelenggaraan lotere TSSB hingga SDSB di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam kerangka historis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa   dana dari daerah banyak tersedot ke Jakarta untuk setiap kali pengundian lotere . Keberadaan KSOB dan TSSB juga menyulut protes masyarakat karena dampak negatif yang ditimbulkan. TSSB dan KSOB mengalami metamorfosis menjadi SDSB di ta

Good Governance: Asal Usul, Perkembangan Konsep dan Kritik

 written by:  Indra Fibiona & Bayu Putra Pendahuluan administrasi publik mengalami perkembangan paradigma secara dinamis. Diawali dengan Old Public Administration, di mana terjadi dikotomi locus dan fokus, dan masih kental orientasinya dengan government. OPA pada perkembangannya bergeser menjadi paradigma baru, yaitu   New Public   Manajemen, New Public Services hingga Good Governance (Keban, 2008). Good Governance diterjemahkan sebagai tata pemerintahan yang baik merupakan tema umum kajian yang populer, baik di pemerintahan, civil society maupun di dunia swasta. Kepopulerannya adalah akibat semakin kompleksnya permasalahan, seolah menegaskan tidak adanya iklim pemerintahan yang baik. Good Governance dipromosikan oleh World Bank untuk menciptakan tatanan pemerintahan yang sehat. Pemahaman pemerintah tentang good governance berbeda-beda, namun setidaknya sebagian besar dari mereka membayangkan bahwa dengan good governance mereka akan dapat memiliki kualitas pemerintahan y

Pengembangan Desa Wisata untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Written by Indra Fibiona

Pendahuluan Desa Wisata merupakan suatu bentuk intergrasi antara atraksi akomodasi dan fasilitas pendukung yang tersaji dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku ( Nuryanti, 1993: 2-3) . Desa wisata juga dapat dimaknai sebagai s uatu kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana mencerminkan keaslian pedesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan.             Di dalam pengembangan suatu desa menjadi desa wisata, disamping identifikasi terhadap unsur unsur yang ada di desa, penentuan desa wisata juga harus diimbangi dengan pemahaman karakteristik serta tatanan budaya masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar dapat dimanfaatkan dalam pengembangan aspek perekonomian desa tersebut (dinas par