Langsung ke konten utama

Rencana Strategis Dinbudparpora dalam Meningkatkan Pariwisata di Kabupaten Kulonprogo (Contoh Renstra, tanpa litmus test)



BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perkembangan perekonomian daerah, perubahan paradigma pembanguan dari era sentralisasi menuju desntralisasi yang tertuang dalam konsep otonomi daerah dengan landasan hukumnya pada UU No. 32 Tahun 2004, memberi konsekuensi pada daerah untuk dapat menggali dan memberdayakan seluruh potensi yang dimiliki sebagai penerimaan daerah yang dapat digunakan sebagai modal pembangunan tanpa harus bergantung pada pemerintah pusat. Fakta menunjukkan  bahwa sumber daya manusia pendukung pada DISBUDPARPORA Kabupaten Kulonprogo tahun 2012 masih kurang potensial, ditinjau dari tingkat pendidikan pegawai DIII, S1 dan S2 cukup ppotensial, namun dari tingkat lulusan tersebut pada DISBUDPARPORA sebagian besar bukan merupakan lulusan bidang pariwisata sehingga dalam hal SDM masih minim yang benar benar berkompeten dalam Pariwisata (antaranews.com) .
Sektor pariwisata khususnya daerah wisata di daerah Istimewa Yogyakarta memberikan kontribusi yang positif bagi Pendapatan Asli daerah. Sumbangan sektor pariwisata Kota Yogyakarta terhadap pendapatan asli daerah (PAD) cukup besar. Tahun 2010 dari Rp 198 miliar PAD kota tersebut 38% atau sekitar Rp 75,2 miliar berasal dari pariwisata (Suara Merdeka, 14 Maret 2010).  Kontribusi terbanyak tingkat pendapatan asli daerah yang diperoleh dari sektor pariwisata  adalah kunjungan wisatawan lokal, kemudian ditambah dengan kunjungan wisatawan mancanegara. Tren kunjungan wisatawan mancanegara cenderung naik dari tahun ke tahun. Tetapi di kabupaten Kulonprogo, peningkatan pendapatan  di sektor pariwisata justru tidak begitu signifikan. Beberapa tahun terakhir justru mengalami penurunan salahsatunya disebabkan oleh kurangnya inisiatif pemerintah melalui dinbudparpora dalam frogleaft potensi pariwisata di kulonprogo (antaranews.com). 
 Visi dan Misi DISBUDPARPORA Kabupaten Kulonprogo sendiri pada dasarnya mengikuti visi misi Kabupaten Kulonprogo, salah satunya yang bersinggungan langsung  yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi daerah yang berbasis pada pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan bertumpu pada pemberdayaan masyarakat.   Pembangunan daerah wisata merupakan langkah untuk mengenalkan dan mengolah potensi wisata, sekaligus meningkatkan kesejahteraan dengan mendongkrak pendapatan masyarakat lokal. Di Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat Puluhan daerah wisata yang tersebar di Daerah Tingkat II. Pemberdayaan daerah wisata yang baik sangat berpotensi untuk  mendongkrak pendapatan domestik, sehingga kesejahteraan bisa terdistribusi untuk masyarakat desa. Masalah yang dihadapi adalah kontribusi PAD dari daerah wisata salah satunya di Kabupaten Kulon Progo belum maksimal. Hal tersebut diakibatkan oleh kunjungan wisatawan yang masih lesu, sehingga pengeluaran wisatawan untuk belanja dan retribusi pariwisata tidak mencapai target yang telah ditentukan (antaranews.com).
B. Permasalahan
Terjadi penurunan kunjungan wisatawan ke Kabupaten Kulonprogo di tahun 2011 hingga 2012,  bagaimanakah rencana strategis yang seharusnya dilakukan Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kulonprogo untuk  mampu meningkatkan kembali kunjungan wisatawan dan pengeluaran wisatawan sehingga bisa memaksimalkan pencapaian peningkatan pengembangan daerah wisata?
C. Tujuan
Berdasarkan pada rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk:
1.        Merumuskan isu-isu strategis di Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga dalam upaya peningkatan pendapatan daerah melalui peningkatan potensi wisata di Kulonprogo.
D. Manfaat
Dari hasil penelitian yang diperoleh, diharapakan dapat dimanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu;
1.        Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan, serta agar dapat dikembangkan menjadi ilmu dan pengetahuan baru bagi para mahasiswa Magister Administrasi Publik-UGM.
2.        Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan untuk perbaikan dalam pengambilan kebijakan strategis DINBUDPARPORA Kab, Kulonprogo terutama dalam meningkatkan pendapatan di sektor pariwisata secara efektif.


BAB II
 Tinjauan Pustaka

A.       Konsep DINBUDPARPORA Kabupaten Kulonprogo
Secara umum, SKPD DINBUDPARPORA memiliki perbedaan dengan SKPD lainnya. inas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga merupakan unsur pelaksana tugas Pemerintah Daerah di bidang kebudayaan pariwisata pemuda dan olah raga. Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga dipimpin oleh Kepala yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dasar hukum yang  melandasi pembentukan dan tata kelola tugas DINBUDPARPORA adalah Perda No 3 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah serta Perbup No 65 Tahun 2008 Tentang Uraian Tugas Pada Unsur Organisasi Terendah Kebudayaan Pariwisata Pemuda Dan Olahraga (kulonprogo.go.id).
Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga mempunyai fungsi penyelenggaraan urusan Pemerintah Daerah dan tugas pembantuan di bidang kebudayaan pariwisata pemuda dan olah raga. Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga mempunyai tugas :
a. menyelenggarakan kegiatan di bidang kebudayaan;
b. menyelenggarakan kegiatan di bidang pengembangan wisata;
a. menyelenggarakan kegiatan di bidang pemasaran wisata;
b. menyelenggarakan kegiatan di bidang kepemudaan dan keolahragaan; dan
c. melaksanakan kegiatan ketatausahaan.

B.    Perencanaan strategis
Dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, perencanaan strategis merupakan langkah awal untuk melaksanakan mandat. Perencanaan strategis instansi pemerintah memerlukan integrasi antara keahlian sumber daya manusia dan sumber daya lain agar mampu menjawab tuntutan perkembangan lingkungan. Analisis terhadap lingkungan organisasi baik internal maupun eksternal merupakan langkah yang sangat penting dalam memperhitungkan kekuatan (strengths), kelemahan (weakness), peluang (opportunities) dan tantangan/kendala (threats) yang ada. Analisis terhadap unsur-unsur tersebut sangat penting dan merupakan dasar bagi perwujudan visi dan misi serta strategi instansi pemerintah.
Dengan demikian perencanaan strategis yang disusun oleh suatu instansi pemerintah harus meliputi: 1) pernyataan visi, misi strategi, dan faktor-faktor keberhasilan organisasi, 2) rumusan tentang tujuan dan sasaran serta uraian aktivitas organisasi, dan 3) uraian tentang cara mencapai tujuan dan sasaran tersebut. Dengan memiliki visi, misi, dan strategi yang jelas maka diharapkan instansi pemerintah akan dapat menyelaraskan dengan potensi, peluang dan kendala yang dihadapi (Bryson, 2005)
Adapun Perencanaan strategis memiliki 3 poin penting yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut.
     1. Tujuan
Tujuan merupakan penjabaran atau implementasi dari pernyataan misi. Tujuan adalah hasil akhir yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu satu tahun sampai dengan lima tahun.
    2.    Sasaran
Sasaran adalah penjabaran dari tujuan, yaitu sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan oleh instansi pemerintah dalam jangka waktu tahunan, semesteran, triwulanan atau bulanan. Sasaran diusahakan dalam bentuk kuantitatif sehingga dapat diukur.
    3. Kebijaksanaan
Kebijaksanaan adalah pedoman pelaksanaan tindakan-tindakan tertentu. Kebijaksanaan merupakan kumpulan keputusan-keputusan yang menentukan secara teliti bagaimana strategi akan dilaksanakan, mengatur suatu mekanisme tindakan lanjutan untuk pelaksanaan pencapaian tujuan dan sasaran serta menciptakan kebijaksanaan mengarahkan pada kondisi di mana setiap pejabat dan pelaksana organisasi mengetahui tentang apakah mereka memperoleh dukungan untuk bekerja dan mengimplementasikan keputusan.



C.       Analisis SWOT
            Analisis Strength, Weasknesses, Opportunity and Threats  (SWOT) merupakan alat yang dapat digunakan  untuk memperoleh gambaran situasi strategis dari sebuah  Unit Organisasi . Analisis ini didasarkan pada  prinsip strategi yang menghasilkan  keserasian antara kemampuan internal yang berupa kekuatan dan kelemahan  dengan situasi eksternal yang berupa peluang dan ancaman. Kekuatan (Strenght) organisasi merupakan segala sesuatu  yang menjadikan organisasi tersebut memiliki kemampuan untuk  melakukan kewajibannya  dengan baik sehingga tujuan bisa tercapai. Peluang (Opportunity) merupakan segala sesuatu  yang berada di luar organisasi yang memiliki potensi  untuk  meningkatkan produktifitas ataupun performa organisasi sehingga tujuan bisa tercapai.  Kelemahan (Weaknesses) Organisasi adalah segala sesuatu (berada di dalam organisasi) yang menyebabkan  Organisasi  macet ataupun pincang  dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sehingga tujuan tidak tercapai dengan maksimal.  Ancaman (Threats) merupakan segala sesuatu bersumber diluar organisasi yang menyebabkan  Organisasi  macet ataupun pincang  dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sehingga tujuan tidak tercapai dengan maksimal (Bryson, 2005).



BAB III
ANALISIS SWOT DAN RENCANA STRATEGIS
DINBUDPARPORA KULONPROGO
A. Kondisi dan Komparasi Capaian Kinerja DINBUDPARPORA Kab. Kulonprogo
Kunjungan wisatawan domestik ke DIY merupakan kontributor terbanyak dalam meningkatkan pendapatan asli daerah. Dari data time series tersebut kecenderungan peningkatan kunjungan wisatawan domestik dari tahun 2008 hingga tahun 2015 terjadi peningkatan sebesar 14,75% dengan rata – rata kenaikan sebesar 2,11% tiap tahun (Dinas Pariwisata DIY). Tren kunjungan wisatawan domestik dan internasional dari tahun 2008 hingga 2015 diprediksi mengalami peningkatan sebesar 124.91% dengan rata- rata prosentase kenaikan sebesar 17,4%.

Sumber : Data Kemenparekraf yang sudah diolah
Pengeluaran (belanja) wisatawan di DIY dari tahun 2007 hingga 2015 mengalami peningkatan sebesar 73,95% dengan rata-rata peningkatan tiap tahun sebesar 9,24%. Pengeluaran ini adalah rata – rata  total pengeluaran wisatawan untuk akomodasi dan beberapa keperluan wisatawan lainnya di destinasi wisata (budpar.go.id). 

Sumber : Data Dinas Pariwisata DIY yang sudah diolah
Berdasarkan data kunjungan wisatawan yang dikeluarkan oleh dinas pariwisata Provinsi  DIY, Daerah tingkat II yang memiliki tingkat kunjungan wisatawan tertinggi adalah Kabupaten Sleman dengan prosentase 45%, disusul dengan Bantul 26%. Tingkat kunjungan wisatawan terendah di DIY ditempati oleh Kulonprogo dengan prosentase tingkat kunjungan sebesar 2%. Dengan peningkatan pengeluaran hampir 10 % setiap tahun dan jumlah kunjungan wisata yang terus meningkat, memberikan kontribusi yang cukup signifikan untuk meningkatkan PAD tiap kabupaten di DIY.

Sumber : Data Dinas Pariwisata DIY dan Kemenparekraf yang sudah diolah
Tren tingkat kunjungan wisatawan di Kulon Progo jika dilihat pada data time series menunjukkan kecenderungan peningkatan yang tidak begitu signifikan. 34% dari jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kab. Kulonprogo memiliki destinasi wisata ke desa wisata. 66% dari jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kulonprogo lebih memilih menikmati wisata alam. 

Sumber : Data Dinas Pariwisata DIY yang sudah diolah
Dari grafik diatas yang merupakan data timeseries dan forecasting, menunjukkan bahwa kecenderungan peningkatan kunjungan wisatawan ke Kabupaten Kulonprogo tidak mengalami lonjakan yang signifikan. Jika dilakukan komparasi pendapatan retribusi antara Kabupaten Bantul dengan Kabupaten Kulonprogo yaitu sebagai berikut. 
Sumber : Data Dinas Pariwisata DIY yang sudah diolah
Pendapatan dari hasil retribusi Kabupaten Bantul melihat pada data time series tahun 2009-2015, diprediksikan akan mencapai kenaikan sebesar 123,38% dengan kecenderungan angka kenaikan setiap tahun sebesar 20,56%-21%. Hal ini disebabkan oleh tingkat kunjungan wisatawan yang sangat tinggi ke kabupaten Bantul. Sebagian besar wisatawan memilih destinasi wisata berupa desa wisata alam seperti pantai dan beberapa objek wisata lainnya. Prosentase kunjungan dengan destinasi wisata alam memberikan kontribusi sebanyak 63,8% dari keseluruhan wisatawan yang berkunjung ke Bantul (antara.com).

Sumber : Data Dinas Pariwisata DIY yang sudah diolah
Dari grafik tren retribusi sektor wisata tersebut mencerminkan keadaan yang cukup miris terjadi di Kabupaten Kulonprogo. data time series yang ada memberikan deskripsi bahwa kecenderungan penurunan tingkat pendapatan asli daerah dari sektor wisata yang ditargetkan. Jika terjadi pembiaran, kenaikan pendapatan asli daerah dari sektor pariwisata tahun 2009 hingga tahun  2015 diprediksi hanya mencapai 14% dari kenaikan 27% yang ditargetkan. Untuk itu, perlu rencana strategis dengan menganalisis lebih dalam faktor baik dari internal maupun eksternal DISBUDPARPORA Kabupaten Kulonprogo yang menyebabkan kemacetan dan yang berpotensi meningkatkan hasil. Jika memungkinkan, faktor faktor internal yang menjadi kelemahan bisa  dilakukan maintenance atau revisi . jika kedua proses itu tidak memungkinkan, langkah terakhir yang dilakukan adalah terminating fator faktor yang menyebabkan kemacetan (Bryson, 2005). 
Ditinjau dari faktor internal, SDM DISBUDPARPORA Kabupaten Kulonprogo tahun 2011 masih kurang potensial, karena ditinjau dari tingkat  pendidikan, komposisi pegawai dengan pendidikan DIII, S1 dan S2  berjumlah 29 orang, namun dari tingkatan tersebut pada DISBUDPARPORA khususnya bagian Pariwisata sebagian besar bukan merupakan lulusan bidang pariwisata. Jumlah pegawai yang bekerja pada bidang pariwisata hanya memiliki  4 pegawai yang merupakan lulusan bidang pariwisata. Salah satu faktor penghambat pengembangan sektor pariwisata di Kulon Progo adalah minimnya jumlah sumber daya manusia yang berkompeten. Hingga kini, belum ada pelaku wisata di Kulon Progo yang memiliki sertifikat standar kompetensi kerja. Padahal, sumber daya manusia (SDM) merupakan pilar utama dari pariwisata. Kondisi demikian merupakan suatu keadaan yang kurang memadai dalam pelaksanaan tugas kedinasan apabila ditinjau dari segi kualitas dan profesionalitas pegawai. Hal tersebut menjadi salah satu permasalahan dalam pengembangan sektor pariwisata karena sumber daya manusia yang bekerja tidak sesuai dengan bidangnya, sehingga mereka kurang mampu mengembangkan isu-isu strategis dan menangkap peluang-peluang dalam sektor pariwisata.  
Para pegawai dalam melaksanakan tugasnya masih dengan kinerja yang rendah, hal ini ditandai dengan perlunya peningkatan sikap mental pegawai dalam memberikan pelayanan publik, termasuk juga peningkatan pemahaman terhadap Tupoksi masing-masing, serta disiplin kerja dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Indikator lain yang merepleksikan masih rendahnya kinerja adalah bahwa sebagian besar pegawai masih harus menerima petunjuk yang terus-menerus dari atasan. Padahal SDM yang berkualitas akan mampu mengemas obyek wisata secara lebih menarik, kreatif, dan inovatif sehingga obyek tersebut memiliki daya tarik tertentu untuk dikunjungi pelancong. Salah satu indikasi dari rendahnya kualitas SDM wisata di Kulon Progo adalah masih sedikitnya  pelaku wisata yang memiliki sertifikat standar kompetensi kerja. JTTC adalah lembaga yang bertugas menerbitkan sertifikat tersebut di DIY dengan dukungan Lembaga Sertifikasi Profesi Pariwisata (LSPP) DIY dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) (kompas, 28 juli 2008).
Melihat pada faktor eksternal, Demografi Kulon Progo yang konturnya cenderung datar juga jalan yang cukup baik mempengaruhi aksestabilitas wisatawan untuk mengunjungi objek wisata.  Lingkungan masyarakat yang tenang, tentram sangat berpengaruh terhadap kunjungan wisatawan.
Sebagian besar potensi wisata di kab. Kulon progo memiliki ciri khas antara lain sebagai berikut.
a. Aksesbilitasnya baik, sehingga mudah dikunjungi wisatawan denganmenggunakan berbagai jenis alat transportasi.
b. Memiliki obyek-obyek menarik berupa alam, seni budaya, legenda, keunikan kuliner lokal, dan sebagainya untuk dikembangkan sebagai obyek wisata.
c. Masyarakat dan aparat desanya menerima dan memberikan dukungan yang tinggi terhadap daerah wisata serta para wisatawan yang datang.
d. Keamanan di daerah wisata  tersebut terjamin.
e. Tersedia akomodasi,
Kulon Progo memiliki banyak obyek wisata yang cukup potensial dan sangat lengkap, mulai dari daerah perbukitan hingga laut. Akan tetapi, tidak banyak pelaku wisata di kabupaten ini yang memiliki inisiatif untuk mengemas obyek-obyek wisata tersebut sehingga berdaya jual.  Objek wisata yang memiliki nilai jual tinggi diantaranya  adalah sebagai berikut.
1. Pantai Glagah
Pantai Glagah merupakan pantai dengan hamparan pasir yang luas dan semakin indah ketika sunrise ataupun sunset. Terddapat kawasan gumuk pasir dengan rumput grinting dan laguna glagah untuk berperahu wisata, olah raga kano, kayak atau berenang. Selain itu juga ada agrowisata buah naga, melon, semangka dan cabai yang di kelola oleh masyarakat. Kawasan glagah tuna sering digunakan untuk event rutin seperti festival layang-layang di bulan juli, dan pesta kembang api tahun baru. Pantai glagah menjadi muara sungai serang yang sekaligus pintu masuk kepelabuhan ikan tanjung adi karta. Sisi barat sungai serang menjadi camping ground dan dermaga wisata. Pantai glagah kira-kira 10 Km dari kota Wates dan kurang lebih2 Km dari jalan raya jogja -jakarta. Kunjungan wisatawan ke pantai ini cukup besar, mencakup hampir 6% dari total kunjungan ke Kulonprogo.
2. Pantai Trisik
Pantai Terisik yang terletak di tenggara Kulonprogo tepatnya di Banaran, Galur (kira-kira 20 Kmdari Wates dan 30 Km dari Jogja) adalah tempat bagus untuk menikmati keindahan cakrawala laut lepas, sunrise dan sunset. Pantai Terisik menjadi tempat para nelayan mendaratkan perahudan Tempat Penjualan Ikan untuk jual beli ikan segar dari laut. Terdapat laguna-laguna yang dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk perikanan. Muara sungai Progo yang terletak di sebelah timur kawasan Pantai trisik sering menjadi tempat pengamatan burung dan lokasi penangkaran habitat penyu yang di kelola swadaya masyarakat.
3. Pantai Congot
Pantai Congot membentang luas sepanjang 6,5 Km, terletak di Jangkaran, Temon di sebelah banal Pantai Galagah atau 15 Km dari Wates. Sungai Bogowonto yang membatasi Purworejo dan Kulon Progo bermuara di pantai congot adalah tempat pendaratan perahu nelayan, dan terdapat tempat penjualan ikan untuk jual beli ikan segar. Tidak jauh dari Pantai Congot terdapat tempat ritual Gunung Lanang dimana setiap malam 1 Suro diadakan upacara ruwatan dan dilanjutkan larung pada pagi harinya di Pantai Congot.
-Waduk Sermo
Waduk Sermo merupakan waduk satu-satunya di DIY. Luasnya kurang lebih 157 Ha, terletak di Hargowilis Kecamatn Kokap (5 Km dari wates, 36 Km dari Jogja) berlatar belakang hutan dan pegunungan menoreh pengunjung dapat berkeliling menikmati panorama waduk dengan perahu wisata.
-Pemandian Clereng
Pemandian Clereng terletak di Sendangsari, Pengasih (4 Km dari wates) adalah tempat pemandian dengan kolam renang dari mata air alami clereng. Pemandian ini terletak di kawasan perbukitan yang di bawahnya mengalir mata air jernih yang juga di manfaatkan untuk air minum dan irigasi pertanian.
-Goa Kiskendo
Goa Kiskendo merupakan salah satu obyek wisata yang terletak di Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo di pegunungan menoreh, terletak 36 Km dari jogja dan 21 Km dari wates.
-Puncak Suroloyo
Suroloyo terletak di puncak tertinggi di pegunungan menoreh di 1017 Mdpi dengan pemandangan indah di perbatasan Jogjakarta dan Jawa Tengah. Berjarak kira-kira 50 Km dari Jogja, tepatnya di Dusun Keceme, Desa Gerbosari, Kecamtan Samigaluh. Para pengunjung bisa menikmati Candi Borobudur, Gunung Merapi, Gunung Merbabu. Gunung Sindoro, Gunung Sumbing di sisi utara dan Kota Jogjkarta serta Samudera Hindia di sisi selatan.
Ditinjau dari tingkat ekonomi, pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan suatu faktor yang mempengaruhi target dari dinas pariwisata pemuda dan olahraga kab KulonProgo. Apabila pertumbuhan ekonomi Indonesia baik akan cenderung mendorong pelaku wisata di Kulonprogo (kompas.com). Hal ini memberikan kontribusi positif bagi peningkatan pariwisata apabila DINBUDPARPORA mampu memanajemen potensi wisata di Kabupaten Kulonprogo secara maksimal.
B.    Analisis SWOT
Dalam melakukan analisis SWOT ada beberapa hal yang perlu diperhatikan salah satunya yaitu esensi dalam analisis SWOT tersebut menjadi refleksi dari strategic learning yang telah berhasil dipelajari untuk dapat memahami lebih dalam mengenai “out side in” dan “in side out” dari DINBUDPARPORA Kab. Kulonprogo.

Hasil deskripsi pemahaman “strategic learning” sebagai penajaman fokus In side out, dapat ditampilkan seperti gambar di bawah ini:




In Side Out di DINBUDPARPORA Kab. Kulonprogo
Sedangkan, hasil deskripsi pemahaman “strategic learning” sebagai penajaman fokus Out side in, dapat ditampilkan seperti gambar di bawah ini:



Out Side in di DINBUDPARPORA Kab. Kulonprogo

Yang perlu kembali ditekankan adalah diketahui bahwa Objek wisata menjadi isu strategis (distinctiveness) di Dinbudparpora Kab. Kulonprogo. Maka, inisiatif perlu ditawarkan mengenai Solusi apa yang ditawarkan peneliti untuk menyelesaikan fokus masalah tersebut? agar bisa diuraikan dan diselesaikan sehingga organisasi tersebut dapat berjalan dengan performa  yang optimal. Setelah diketahui lingkungan strategis baik secara In side out dan Out side in, selanjutnya adalah menjelaskan mengenai hasil kajian dari fokus “strategic intens” dan “strategic options”.
Distinctive Capabilities
Competitive Advantage
Memiliki potensi wisata alam dan budaya yang bisa menarik wisatawan baik lokal maupun internasional
Menjadi SKPD disbudparpora yang mampu mengembangkan potensi pariwisata daerah Kulonprogo, dengan mengenalkan potensi pariwisata secara luas .
Disbudparpora memiliki pemimpin yang tegas, beberapa pegawai yang memiliki keahlian dalam pengembangan pariwisata
Memiliki potensi netwoking yang cukup banyak dengan pengembang daerah wisata.

Yang belum dilakukan:
- Melakukan standarisasi  daerah wisata.
- Melakukan kerjasama dengan masyarakat, staekholder dalam hal pengembangan SDM di daerah wisata dan frogleaving untuk meningkatkan pelayanan terhadap wisatawan sehingga berdampak pada meningkatnya  kunjungan wisatawan.
- Optimalisasi penggunaan media untuk promosi wisata.

Identifikasi kegiatan yang dianalisis merupakan pelaksanaan management secara umum pada DINBUDPARPORA Kabupaten Kulonprogo, yaitu :
1. Kekuatan :
a.        Kuantitas sumber daya manusia yang tinggi
Point ini terlihat pada terpenuhnya Struktur Organisasi pada DINBUDPARPORA Kulonprogo
b.       Penguasaan teknologi informasi oleh sebagian SDM.
c.        Pemimpin SKPD disbudparpora yang mampu memberikan impeachment dan tegas
d.       Potensi untuk mengembangkan skill dalam jejaring, terutama terkait dengan promosi pariwisata.

2. Kelemahan
a.      Kualitas sumber daya manusia yang relatif rendah.
Hal ini terlihat dari tingkat pendidikan karyawan DINBUDPARPORA Kulonprogo yang masih rendah, juga pada karyawan yang mengikuti pelatihan management masih terbatas.
b.      Kreativitas sumberdaya manusia yang masih bergantung pada pimpinan. Hal ini dapat dilihat dari kinerja pegawai yang masih kurang dalam hal inisiatif untuk melaksanakan program dalam rangka meningkatkan potensi pariwisata semestinya.
c.       Networking intern yang masih kurang, sehingga performa organisasi dalam mengelola pariwisata belum maksimal.
d. Sarana dan Prasarana DINBUDPARPORA Kab. Kulonprogo yang masih terbatas. Belum ditunjang dengan teknologi informasi yang  cukup mumpuni serta efektif.
3. Peluang
a.       Potensi investasi terhadap pengembangan daerah wisata. Kabupaten Kulonprogo memiliki
b.      Akses mudah untuk mempromosikan potensi wisata.
c.       Ragam atraksi dan kesenian daerah yang khas dan menjadi daya tarik wisatawan.
d.      Jumlah  objek wisata yang potensial di kulon progo yang cukup banyak
e.       Pengembangan ilmu Pariwisata yang ditawarkan untuk promosi dan lainnya oleh badan diklat di DIY
f.        Terbukanya peluang kerjasama dengan stakeholder sehingga berpotensi meningkatkan output DINBUDPARPORA dalam frog leaft pariwisata.

4. Ancaman :

a. Proses fasilitasi multi stakeholder yang masih kurang. Dalam hal ini, DINBUDPARPORA belum maksimal untuk mengembangkan daerah wisata.
b. Demand terhadap pariwisata yang cenderung berubah jika tidak ada perbaikan pada objek wisata.
c. Pembangunan Sumberdaya  Manusia di lingkungan daerah wisata yang masih belum memadai. Hal ini berkaitan langsung dengan pelayanan yang diterima oleh pengunjung sehingga memuaskan pengunjung dan berpotensi meningkatkan kunjungan ke daerah wisata.
d. Kurangnya standarisasi objek wisata (quality control). Objek wisata yang ada di Kabupaten Kulonprogo cenderung kurang mendapatkan perawatan dan peremajaan, sehingga wisatawan enggan untuk berkunjung ke objek wisata tersebut.
Lingkungan Internal
Lingkungan Eksternal
Kekuatan (Strength)
Peluang (Opportunities)
  1. Kapasitas kuantitatif pegawai yang memadai
  2. Pemimpin SKPD disbudparpora yang mampu memberikan impeachment dan tegas
  3. Penguasaan teknologi informasi oleh sebagian SDM.
  4. Potensi untuk mengembangkan skill dalam jejaring, terutama terkait dengan promosi pariwisata.
1. Jumlah  objek wisata yang potensial di kulon progo yang cukup banyak
2. Potensi investasi terhadap pengembangan daerah wisata.
3. Akses mudah untuk mempromosikan potensi wisata.
4. Ragam atraksi dan kesenian daerah yang khas dan menjadi daya tarik wisatawan
5. Pengembangan ilmu Pariwisata yang ditawarkan untuk promosi dan lainnya oleh badan diklat di DIY .
6. Kemitraan multi stakeholder untuk pengembangan pariwisata.





Lingkungan Internal
Lingkungan Eksternal
kelemahan (weaknes)
ancaman (threat)
  1. SDM kurang memiliki kompetensi yang memadai
  2. Kurangnya networking intern organisasi.
  3. Saranan dan prasarana kurang  memadai.
  4. Kreativitas  pemimpin yang masih kurang.
1. Proses fasilitasi multi stakeholder yang masih kurang
2. Pembangunan Sumberdaya  Manusia di lingkungan daerah wisata yang masih belum memadai.
3. Kurangnya standarisasi objekwisata (quality control).
4. Demand terhadap pariwisata yang cenderung berubah jika tidak ada perbaikan pada objek wisata.







Setelah diperoleh hasil analisis SWOT, tahapan selanjutnya yaitu bagaimana menentukan strategi untuk meningkatkan pariwisata oleh DINBUDPARPORA Kabupaten Kulonprogo.

BAB IV
STRATEGI PENINGKATAN PARIWISATA DINBUDPARPORA KULONPROGO

            Setelah analisis SWOT pada bab sebelumnya dijelaskan, selanjutnya akan menjelaskan mengenai aplikasi inisiatif solusi yang ditawarkan melalui strategi-strategi yang akan digunakan. Namun, yang harus diketahui beberapa prinsip pokok dalam menyusun strategi setelah analisis SWOT dilakukan yaitu akan memperoleh 4 buah stategi didalamnya. Strategi yang dimaksud dapat dipahami sebagai berikut.
1. Strategi SO, yaitu strategi yang dilaksanakan dengan menarik keuntungan dari peluang yang tersedia dalam lingkungan eksternal.
2.  Strategi WO, yang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang yang tersedia dalam lingkungan eksternal.
3. Strategi ST, yaitu strategi yang digunakan organisasi untuk menghindari paling tidak memperkecil dampak dari ancaman yang datang dari lingkungan eksternal.
4.  Strategi WT, yang dipakai untuk mengarahkan pada usaha memperkecil kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal.
Dari penjelasan tersebut, maka diperoleh strategi sebagai berikut.
SO
WO
1.Meningkatkan standarisasi Objek Wisata
2. Meningkatkan promosi wisata dengan keahlian TI pegawai Dinbudparpora secara maksimal
3. Melakukan Networking multi stakeholder lebih maksimal

1. Melakukan kerjasama dengan Universitas untuk riset kepariwisataan sehingga mampu meningkatkan kreativitas pegawai DINBUDPARPORA.
2. memanfaatkan investasi untuk mengembangkan daerah pariwisata, standarisasi wisata dan meningkatkan SDM daerah wisata. Sehingga meningkatkan kunjungan wisatawan.
ST
WT
1. Peningkatan pendidikan pegawai DINBUDPARPORA terkait kepariwisataan dan enterpreneurship yang mengedepankan kemitraan
2.  Meningkatkan demand pariwisata dengan skill leadership yang dimiliki oleh pemimpin, melalui perbaikan serta standarisasi pariwisata didukung promosi wisata yang baik dengan memanfaatkan kemampuan dalam TI pegawai DINBUDPARPORA.
1. Melakukan pelatihan guna meningkatkan SDM DINBUDPARPORA, sehingga manajemen pariwisata dan frogleaft bisa lebih maksimal.
2. Revitalisasi tugas – tugas pokok dan deferensiasi sesuai dengan prioritas dan  tujuan DINBUDPARPORA sehingga networking intern lebih efektif.

Dalam pelaksanaan strategi juga harus diprioritaskan sesuai dengan indikator pencapaian serta selaras dengan visi dan misi. Adapun indikator pencapaian yang menjadi pedoman DINBUDPARPORA Kab, Kulonprogo adalah sebagai berikut.
Indikator Pencapian
Meningkatkan Kunjungan wisatawan ke objek wisata di Kulonprogo minimal sebesar 4% untuk bisa memperbaiki capaian target sebelumnya.
Meningkatkan SDM pelaku  pariwisata di daerah wisata.
Meningkatkan Kompetensi pegawai DINBUDPARPORA terkait pariwisata  hingga mancakup 60% dari total pegawai.

Melihat  indikator pencapaian, maka prioritas strategi yang ditempuh oleh DINBUDPARPORA yaitu Standarisasi Objek wisata dengan menggandeng investor dan juga melakukan pelatihan terhadap SDM di daerah wisata atau pelaku wisata. Kemudian ditambah dengan promosi pariwisata secara intensif.  Jika kualitas SDM pariwisata sudah ditingkatkan, standarisasi objek wisata serta  promosi akan mampu dilaksanakan dengan mudah. Dinbudparpora Kab. Kulon Progo bekerja sama dengan mitra untuk membantu mendampingi dan memberi pelatihan bagi pelaku wisata untuk memenuhi standar kompetensi. Setelah itu, baru dilakukan revitalisasi SDM internal DINBUDPARPORA, sehingga keberlangsungan strategi yang diterapkan bisa bertahan.
Forecasting pembangunan sumber daya manusia  yang berorientasi pada kemitraan stakeholder setempat dengan menstimulasi kreativitas terutama melalui peningkatan sumberdaya manusia dan juga standarisasi daerah wisata, sehingga memberikan kepuasan terhadap pengunjung objek wisata memiliki kontribusi sebesar 2,5 - 3%. Promosi pariwisata menurut Kemenparekraf memiliki dampak berupa persuasi kepada konsumen,  mampu meningkatkan kunjungan wisata maksimal sebesar 3,5-10,5%. Jika hal tersebut berjalan sesuai dengan rencana strategi, peningkatan pariwisata yang akan dicapai oleh DINBUDPARPORA Kab. Kulonprogo diukur dengan pemasukan berupa pendapatan retribusi adalah sebagai berikut.


Jika implementasi kebijakan benar-benar dilakukan, diprediksi  dari tahun 2012 hingga tahun 2015 akan tercapai peningkatan pendapatan asli daerah kabupaten Kulon Progo dari sektor pariwisata sebesar 24,54%  dengan persentase kenaikan rata rata setiap tahun sebesar 6,13%.

BAB V
KESIMPULAN
Standarisasi, Promosi wisata dan pembangunan sumber daya manusia  yang berorientasi pada kemitraan stakeholder setempat dengan menstimulasi kreativitas terutama melalui peningkatan sumberdaya manusia  terutama oleh dinbudparpora mampu meningkatkan Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW). Ketiga hal terseut memiliki kontribusi terhadap kenaikan tingkat kunjungan wisatawan hingga 25% apabila dimanajemen secara maksimal.  Selain itu dari internal juga perlu adanya peningkatan kemampuan organisasi , mengingat masih kurangnya kemampuan untuk menangani urusan kepariwisataan. Meskipun masih sedikit informasi dari hasil studi yang komprehensif untuk menemukan alasan mengapa hal itu terjadi, secara hipotetik dapat diajukan penyebabnya, yakni faktor ability dan kompetensi dari pegawai DINBUDPARPORA. Diakui atau tidak, terbukti bahwa sebagian besar pegawai di lingkungan entitas DINBUDPARPORA sebagian besar tidak memiliki latar belakang kualifikasi pendidikan dan keahlian di bidang kepariwisataan. Hal ini semestinya mendapat perhatian lebih, setelah standarisasi, Promosi wisata dan pembangunan sumber daya manusia  yang berorientasi pada kemitraan stakeholder.  Jika hal tersebut bisa sinergi dan dikelola dengan manajemen yang baik, akselerasi peningkatan pariwisata di Kabupaten Kulonprogo bisa tumbuh dengan cepat, sehingga melampaui capaian indikator yang telah dirumuskan dalam rencana strategis.






Referensi :
Berne, 1995.For a Dynamic Partnership between Tourism and Culture, Forum onCulture and International Tourism, Yogyakarta:UGM press.
Bryson,  John M. 2005. Creating and Implementing Your Strategic Plan. San Fransisco : Jossey Bass.
Naghib, Laila. 2005. “Pengembangan Industri Pariwisata dan Isu Ketenagakerjaan”. Dalam Jurnal Komunika Vol 8 No 2 Tahun 2005.
Nuryanti, Wiendu.1993. Concept, Prespective and Challenges, makalah bagian dari Pemberdayaan Masyarakat Desa.Yogyakarta : UGM press
Soemarmo. 2010. “Desa Wisata” diakses melalui http://marno.lecture.ub.ac.id tanggal 10 pukul 22.30 WIB. 
2007.Profil Desa Wisata Kabupaten Sleman.Yogyakarta : Dinas pariwisata kabupaten Sleman.
“32 Desa Wisata di DIY Dapat Bantuan Rp 800 Juta” diakses melalui http://jogja.tribunnews.com tanggal 10 Desember 2012 pukul 22.10 WIB
“ “Pengembangan Desa Wisata Belum Optimal”. Kedaulatan Rakyat,  27Oktober 2010.
“Standarisasi Desa Wisata Diperlukan”. Kompas, 14 Oktober 2010.
www.budpar.go.id diakses tanggal 12 januari 2013 pukul 17.00
www.antaranews.com diakses tanggal 09 januari 2013 pukul 19.30

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DARI TSSB HINGGA SDSB: SEJARAH “LOTERE LEGAL” SUMBANGAN BERHADIAH DI DIY, 1970AN HINGGA 1993

Indra Fibiona Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta Jl. Brigjen Katamso 139 Yogyakarta 55152 e-mail : indrafibiona@yahoo.com ABSTRAK Fenomena maraknya lotere baik legal maupun ilegal di tahun 1970an menjadi stigma bahwa judi merupakan Tradisi masyarakat jawa. Lotere memiliki ekses negatif terhadap perekonomian termasuk perekonomian masyarakat di DIY. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bertemakan sejarah sosial dengan metode penelitian snowball sampling dan triangulasi (kritik) dengan sumber primer mengenai peristiwa maraknya lotere pada waktu itu. Penelitian ini menjelaskan   tentang penyelenggaraan lotere TSSB hingga SDSB di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam kerangka historis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa   dana dari daerah banyak tersedot ke Jakarta untuk setiap kali pengundian lotere . Keberadaan KSOB dan TSSB juga menyulut protes masyarakat karena dampak negatif yang ditimbulkan. TSSB dan KSOB mengalami metamorfosis menjadi SDSB di ta

Good Governance: Asal Usul, Perkembangan Konsep dan Kritik

 written by:  Indra Fibiona & Bayu Putra Pendahuluan administrasi publik mengalami perkembangan paradigma secara dinamis. Diawali dengan Old Public Administration, di mana terjadi dikotomi locus dan fokus, dan masih kental orientasinya dengan government. OPA pada perkembangannya bergeser menjadi paradigma baru, yaitu   New Public   Manajemen, New Public Services hingga Good Governance (Keban, 2008). Good Governance diterjemahkan sebagai tata pemerintahan yang baik merupakan tema umum kajian yang populer, baik di pemerintahan, civil society maupun di dunia swasta. Kepopulerannya adalah akibat semakin kompleksnya permasalahan, seolah menegaskan tidak adanya iklim pemerintahan yang baik. Good Governance dipromosikan oleh World Bank untuk menciptakan tatanan pemerintahan yang sehat. Pemahaman pemerintah tentang good governance berbeda-beda, namun setidaknya sebagian besar dari mereka membayangkan bahwa dengan good governance mereka akan dapat memiliki kualitas pemerintahan y

Pengembangan Desa Wisata untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Written by Indra Fibiona

Pendahuluan Desa Wisata merupakan suatu bentuk intergrasi antara atraksi akomodasi dan fasilitas pendukung yang tersaji dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku ( Nuryanti, 1993: 2-3) . Desa wisata juga dapat dimaknai sebagai s uatu kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana mencerminkan keaslian pedesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan.             Di dalam pengembangan suatu desa menjadi desa wisata, disamping identifikasi terhadap unsur unsur yang ada di desa, penentuan desa wisata juga harus diimbangi dengan pemahaman karakteristik serta tatanan budaya masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar dapat dimanfaatkan dalam pengembangan aspek perekonomian desa tersebut (dinas par