Langsung ke konten utama

Analisis Kelebihan dan Kekurangan Recruitment CPNS Melalui Computer Assissted Test oleh BKN dalam rangka Mewujudkan Good Governance


written by : Indra Fibiona


Pendahuluan

Kemampuan Pemerintah dalam menghadapi era globalisasi dan pasar bebas dunia sebagaimana sangat ditentukan oleh ketersediaan aparatur pemerintahan yang profesional, tidak hanya terbatas pada fungsi sebagai abdi negara, akan tetapi yang lebih penting lagi adalah dalam melaksanakan amanat sebagai abdi masyarakat. Kebutuhan terhadap ketersediaan aparat aparatur pemerintahan yang profesional merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditawar lagi, sebab pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan yang tergantung kepada aparat pelaksana yang berada didalam pemerintahan itu sendiri.
Perbaikan kinerja aparat pelaksana yang berada didalam pemerintahan merupakan suatu keharusan  jika dikaitkan dengan perkembangan dan tuntutan good governance yaitu  profesionalisme, transparansi, akuntabilitas, penegakan etika dan moral dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Pada dasarnya, Good governance diarahkan untuk mempraktikkan tata kelola pemerintahan yang ideal (Keban dalam Pramusinto (ed.), 2010). Untuk mewujudkan hal tersebut, keberadaan PNS (sumber daya manusia) sangat dibutuhkan dalam rangka melaksanakan tata kelola pemerintahan yang ideal yang berorientasi pemberian pelayanan umum kepada masyarakat. PNS sebagai aparatur negara masih memiliki kinerja yang rendah. Hal ini didasarkan pada kompetensi dan produktivitas PNS yang masih rendah dan perilaku yang rule driven, paternalistik  dan kurang profesional (bkn.go.id).
Pada kenyataannya, penyelenggaraan manajemen kepegawaian khususnya dalam upaya rekrutmen Pegawai Negeri Sipil dewasa ini, masih dijumpai banyak permasalahan.  Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap aparatur birokrasi merupakan salah satu indikasi kuat bahwa sistem rekrutmen yang selama ini diterapkan dinilai kurang baik, terutama dari segi pelayanan publik (public sevicess). Munculnya isu penyalahgunaan wewenang (abuse of power) yang dilakukan oleh oknum-oknum aparatur pemerintahan melalui Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) merupakan indikator penyimpangan yang terjadi didalam penyelenggaraan manajemen kepegawaian selama ini khususnya dalam penyelenggaraan rekrutmen Pegawai Negeri Sipil selama ini  (Kompas, 28 Oktober 2013). Kurangnya transparansi yang diterapkan oleh Pemerintah tersebut menimbulkan persepsi negatif ditengah-tengah masyarakat, bahwa adanya penyalahgunaan wewenang sehingga menimbulkan praktek KKN yang terjadi didalam proses rekrutmen pegawai, baik dari proses penyusunan formasi hingga proses pelaksanaan seleksi. Padahal dizaman reformasi ini dituntut untuk bersih dan transparan guna mewujudkan good governance dan clean government.
Pada dasarnya, pegawai merupakan  komponen  yang dimiliki oleh organisasi yang digunakan untuk menggerakkan atau mengelola sumber daya lainnya sehingga harus benar-benar dapat dugunakan secara efektif dan efisien sesuai kebutuhan riil organisasi. Hal ini perlu dilakukan perencanaan kebutuhan pegawai secara tepat sesuai beban kerja yang ada dan hal tersebut dengan didukung oleh adanya proses rekrutmen yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi, namun realitas dilapangan justru jauh dari yang diharapkan.
Tabel Data Pertumbuhan PNS 2003-2011
Tahun
Jumlah PNS
Pertumbuhan (%)
2003
3.648.005

2004
3.587.337
-1,66
2005
3.662.336
2,09
2006
3.725.231
1,72
2007
4.067.201
9,18
2008
4.083.360
0,4
2009
4.524.205
10,8
2010
4.598.100
1,63
2011
4.646.351
1,05
Sumber : Menpan.go.id

Dari  data pertumbuhan PNS tahun 2003 hingga tahun 2011, di tahun 2009, pertumbuhan PNS mengalami kenaikan yang sangat signifikan sebesar 10,8% atau terjadi recruitment dan seleksi sebesar 440.845 pegawai, sementara kebutuhan PNS saat itu hanya 300.000 pegawai (menpan.go.id). terjadi penggelembungan jumlah penerimaan lebih dari 100.000 pegawai. Sebagian besar pegawai yang direkrut berasal dari pegawai honorer dan tidak dilakukan analisis beban kerja serta analisis kebutuhan jabatan secara efektif (antaranews.com).  Seharusnya pengadaan pegawai dilakukan dengan pendekatan zero growth[1], namun pada kenyataannya justru tidak demikian. Hal tersebut berimbas pada kompetensi pegawai hasil rekruitmen tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi sehingga capaian output ataupun outcomes organisasi tidak bisa dirain secara maksimal.
Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada sistem rekruitmen CPNS secara konvensional, Baru - baru ini Badan Kepegawaian Negara (BKN) bersama Kemenpan RB mengujicobakan Sistem seleksi CPNS dan promosi PNS secara terbuka dengan pemanfaatan Computer Assisted Test yang merupakan salah satu Quick Wins (layanan unggulan) BKN terhadap masyarakat. Setelah terbangun instalasi CAT di Kantor BKN Pusat, untuk memaksimalkan peran CAT secara luas sehingga dapat digunakan secara nasional, maka program instalasi CAT pada Kantor Regional BKN mutlak dibutuhkan. Lalu bagaimana CAT bisa efektif dalam sistem rekrutmen dalam rangka  mempraktikkan tata kelola pemerintahan yang ideal dan terwujudnya Good Governance. Apa saja kelebihan dan kekurangan CAT untuk mewujudkan transparansi dan efektivitas rekrutmen CPNS?. Paper ini akan mengkaji analisis sistem rekrutmen CPNS secara terbuka dengan  menggunakan Computer Assissted  Test sebagai komitmen  BKN dan Kemenpan dalam rangka  mempraktikkan tata kelola pemerintahan yang ideal dan terwujudnya Good Governance.

Computer Assissted Test, Keunggulan serta  Kelemahan ataupun Potensi Hambatan dalam Implementasinya dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang ideal.

a.    CAT dan Good Governance
United Nations (dalam Keban; 2000, 52) merumuskan beberapa indikator good governance antara lain meliputi kemampuan yang cukup untuk melaksanakan kebijakan dan fungsi-fungsi pemerintah, termasuk sistem administrasi publik efektif dan responsif. Selain itu,  akuntabilitas dalam kegiatan pemerintah dan transparan dalam pengambilan keputusan serta partisipasi dalam proses demokrasi, dengan memanfaatkan sumber informasi dari publik. Bila dikaitkan dengan proses rekrutmen CPNS, rekrutment harus memenuhi indikator efektivitas, akuntabilitas dan transparansi serta partisipasi publik.
            Pada dasarnya, Rekrutmen sebagai suatu proses pengumpulan calon pemegang jabatan yang sesuai dengan rencana pegawai untuk menduduki suatu jabatan tertentu dalam fungsi pekerjaan (employee function) pegawai selama ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil dan telah telah diubah dengan PP Nomor 11 Tahun 2002 dan PP Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil. Peraturan tersebut kemudian direvisi  dengan PP Nomor 54 Tahun 2003 serta PP Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural  dan direvisi kembali dengan PP Nomor 13 Tahun 2000. Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, dan Khusus untuk kepegawaian di daerah, diperbaharui dengan UU  No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi daerah terutama pasal 129 sd pasal 135 yang mengatur  Kepegawaian daerah (thoha, 2005). Secara keseluruhan, beberapa Peraturan Pemerintah tersebut dibangun saling terkait dan berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja. Penerapan kebijakan tersebut sebenarnya bertujuan untuk memperoleh pegawai yang berkualitas, yakni pegawai yang terampil dan memiliki kompetensi, dapat bekerja keras, kreatif, dan bermoral tinggi. Namun dalam implementasinya belum memenuhi kebutuhan yang dapat menunjang keberhasilan kinerja dan profesionalitas pegawai. Kondisi ini disebabkan oleh perencanaan kepegawaian yang pada saat ini belum didasarkan pada kebutuhan nyata sesuai dengan kebutuhan organisasi dan penempatan pegawai masih berdasarkan pesanan sehingga kurang menonjolnya upaya mewujudkan prinsip the right man on the right place (Thoha, 2005).

Untuk mempercepat program reformasi birokrasi kepegawaian nasional dalam kerangka mewujudkan  Good Governance, pemerintah telah mencanangkan beberapa langkah startegis sesuai dengan core business masing-masing lembaga, tidak terkecuali BKN dan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara. Rencana strategis yang disusun untuk tahun 2012 hingga 2014 adalah sebagai berikut.
1. Penataan Struktur Birokrasi
2. Penataan Jumlah, dan distribusi PNS
3. Sistem Seleksi CPNS dan Promosi PNS secara Terbuka
4. Profesionalisasi PNS
5. Pengembangan Sistem Elektronik Pemerintah (E-Government)
6. Peningkatan Pelayanan Publik
7. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas aparatur
8. Peningkatan Kesejahteraan Pegawai Negeri
9. Efisiensi Penggunaan Fasilitas, Sarana dan Prasarana Kerja PNS
Oleh karena itu, BKN bersinergi dengan Menpan  untuk mewujudkan outcomes dari Rencana Strategis tersebut. Rencana strategis point pertama dan kedua, yaitu penataan struktur birokrasi serta penataan jumlah dan distribusi PNS dalam tahap pelaksanaan, ditandai dengan diberlakukannya moratorium rekrutmen dan seleksi CPNS (bkn.go.id).
Computer Assissted Test (CAT) merupakan metode seleksi dengan menggunakan alat bantu komputer yang dapat digunakan untuk tes rekrutmen CPNS dan Tes Kompetensi Kepegawaian (TKK).  CAT tidak hanya digunakan untuk proses penerimaan CPNS jalur umum yang dimulai pada tahun 2013, tetapi juga untuk keperluan kepegawaian lainnya seperti untuk ujian dinas, diklat, dan lainnya. Pada konteks ini, 12 kantor regional (kanreg) BKN berperan penting dalam mengoptimalkan CAT station guna melayani berbagai instansi pemerintah daerah yang ada di masing-masing wilayah kerjanya. BKN berusaha membangun kepercayaan masyarakat terhadap instansi pemerintah. Pada kesempatan yang sama, Modernisasi instansi pemerintah dengan pemanfaatan teknologi informasi merupakan tuntutan masyarakat dan kebutuhan bagi instansi itu sendiri. Untuk itu, melalui CAT, BKN telah melakukan inovasi dalam proses rekrutmen CPNS dan kepentingan kepegawaian lainnya. CAT mampu menyajikan hasil tes yang obyektif, cepat, transparan, dan terpercaya (bkn.go.id). 
Pada tahun 2013, Kementerian Aparatur Negara dan Badan Kepegawaian Negara dibawah koordinasi Kemendagri akan melaksanakan rekrutmen CPNS sebanyak 60.000 orang untuk menggantikan pensiunan pegawai. perintah untuk melaksanakan rekrutmen dan seleksi CPNS secara terbuka oleh Presiden. Perintah transparansi dalam rekrutmen CPNS lewat Inpres tersebut ditujukan kepada seluruh menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, Gubernur, dan Bupati/Wali Kota di seluruh Indonesia. Secara khusus, Presiden SBY meminta Kemendikbud dan Sekjen Ombudsman agar membuka proses rekrutmen CPNS di lingkungannya dengan transparan dan akuntabel.Publikasikan proses rekrutmen CPNS melalui website masing-masing unit utama yang terintegrasi dengan website Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bunyi poin nomor 128 Idan 129 Inpres tersebut (kemendagri.co.id). Di sinilah BKN mencoba untuk melaksanakan Sistem Seleksi CPNS dan Promosi PNS secara Terbuka. Hal tersebut merupakan perhatian khusus dan langkah nyata BKN untuk meningkatkan profesionalisme PNS yang dimulai dari proses rekrutmen yang berkualitas.

b.   Komparasi Efektivitas, Transparansi dan Akuntabilitas CAT dengan Sistem Rekrutmen Konvensional
            Pada proses seleksi secara konvensional, dimulai dari penyusunan dan penetapan jumlah formasi yang dibutuhkan. Rekrutmen dilakukan apabila terdapat kekosongan formasi. Formasi disusun setelah dilakukan analisis kebutuhan pegawai. Proses rekrutmen akan dapat dilaksanakan apabila terdapat kekosongan formasi yang didapatkan dari analisis kebutuhan pegawai.



Setelah dilakukan penetapan dan penyusunan, dilakukan Pengumuman rekrutmen, ditindaklanjuti dengan pendaftaran dan seleksi. Jumlah pendaftar yang masuk dikualifikasi dan diseleksi  sesuai dengan kriteria, kemudian peserta yang lolos seleksi administratif, akan mengikuti test Akademik menggunakan LJK. Pada proses test akademik menggunakan LJK, soal dikirim dari pusat dengan pengawalan yang ketat agar terjamin kerahasiaannya. Test akademik menggunakan  LJK Kemudian diperiksa dan dikoreksi dan diumumkan melalui media cetak, website dan instansi terkait. Pada proses konvensional, cenderung terjadi manipulasi dalam proses pemeriksaan dan koreksi hasil LJK. Banyak ditemukan beberapa kasus salah satunya yaitu kunci jawaban LJK yang dikirim ke pusat ternyata belum disegel sehingga jawaban bisa diubah. Kendala lain yang dihadapi pada rekrutmen konvensional yaitu temuan mengenai terjadinya pencetakan yang tidak selesai tepat waktu, naskah soal bocor saat penggandaan dan dapat dikopi oleh pihak yang tidak berhak, hasil cetakan sub standar, hasil cetakan LJK mudah rusak, dan jumlah cetakan tidak sesuai dengan jumlah peserta ujian. Hal tersebut sudah dipetakan dan dilakukan mitigasi dengan pemilihan rekanan yang kompeten, pengawasan personil di percetakan mulai dari descript soal sampai dengan penyegelan. Selain itu, pengamanan oleh pihak tim independen seperti LSM dan Polri, pemeriksaan kualitas kertas, dan mengontrol jumlah peserta dengan jumlah soal/LJK dalam kontrak, namun belum sepenuhnya bisa ditangani secara maksimal (jpnn.com dan pantaucpns.net).
       Pada pelaksanaan rekrutmen menggunakan CAT, tahapan yang dilalui sebenarnyahampir sama dengan model konvensional, yang membedakan hanya pada proses pelaksanaan test akademik dan pemeriksaan test akademik serta proses pengumuman.  Melalui CAT, proses pemeriksaan dan laporan hasil tes dapat dipercepat, selain itu juga menciptakan standarisasi  hasil ujian secara nasional, menetapkan standar nilai, serta diharapkan mampu meingkatkan transparansi, obyektivitas, akuntabilitas dan efisiensi proses seleksi. Komputer menyediakan keseluruhan materi soal, setiap peserta test akan mendapatkan soal yang berbeda-beda untuk tingkat kesulitan yang sama karena bank soal akan diacak oleh aplikasi CAT. Karena menggunakan media komputer, maka proses test tidak memerlukan lembar soal dan lembar jawaban computer (LJK) sehingga kerahasiaan soal akan terjamin. Penilaian dilakukan secara obyektif dan transparan karena yang memeriksa hasil ujian langsung oleh aplikasi CAT. Dalam hal waktu mengerjakan soal, para peserta dapat memantau sisa waktu yang tersedia melalui layar monitor setiap saat selama test berlangsung. Setiap peserta test dapat melihat langsung nilai test (skor) setelah selesai test dilaksanakan, apakah sudah memenuhi standar kelulusan (passing grade) yang ditentukan ataukah tidak. Dengan sistem CAT ini, dari pengalaman penyelenggaraan test yang sudah pernah dilakukan, secara umum para peserta merasa lebih puas jika dibandingkan dengan paper based test (LJK) yang selama ini ada. Meskipun mereka tidak lulus, namun mereka puas dengan proses yang telah dijalani karena merasa fair dan adil sesuai dengan kemampuan yang saat itu mereka miliki (bkn.go.id).



Pelaksanaan CAT dilakukan di Pusat Test Kompetensi dasar. Pelamar yang memenuhi standar passing grade (skor yang telah ditentukan) akan mendapatkan  sertifikasi yang berlaku selama 2 tahun. Pelamar kemudian melalui tahap Test Kemampuan Bidang, dan apabila lulus, pelamar resmi menjadi CPNS, dari hasil recruitment melalui CAT, didapatkan CPNS yang lebih berkualitas dan kinerja maksimal, sehingga tata kelola pemerintahan yang ideal dapat tercapai dan Good Governance bisa terwujud.
Untuk melihat kekurangan  rekrutmen  secara konvensional dibandingkan dengan rekrutmen menggunakan sistem CAT ditinjau dari efektivitas, transparansi dan akuntabilitas dipaparkan sebagai berikut. 
1.      Efektivitas
Ditinjau dari sisi efektivitas, yang perlu diperhatikan dalam jangka pendek yaitu rata rata waktu yang diperlukan untuk melakukan rekrutmen dan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan proses perekrutan. Dalam jangka panjang, yaitu performa perekrutan dan turn over perekrutan (FHCI, 2007).  Sistem rekrutmen CPNS secara konvensional membutuhkan waktu yang lama, hal ini disebabkan oleh seleksi administrastif yang memakan waktu ditambah dengan proses koreksi terhadap lembar jawab komputer yang dilakukan satu persatu, karena harus hati - hati agar tidak mengurangi terjadinya kesalahan. Ditinjau dari performa perekrutan dan turn over perekrutan, baik penggunaan CAT dan cara konvensional memiliki kesamaan. Pada performa perekrutan, jumlah SDM yang diberdayakan untuk merekrut tidak dapat menyeleksi jumlah pelamar yang cukup besar. Hal ini menyebabkan proses seleksi administrasi tidak bisa menyaring calon pegawai yang potensial. Akibatnya, turn over (untuk mendapatkan calon pegawai yang ideal) tidak bisa tercapai secara maksimal. Terkadang terjadi subjektivitas dan diskriminasi terhadap pelamar dengan alasan bukan dari universitas besar. Fenomena   ini sering dijumpai juga  dalam proses rekrutmen secara konvensional (Thoha, 2005).    
2.      Transparansi
Transparansi dalam hal ini memberikan informasi mengenai proses penyelenggaraan  rekrutmen  yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang – undangan. Ditinjau dari sisi transparansi, Sistem konvensional jelas tertinggal jika dibandingkan dengan menggunakan sistem CAT. Pada seleksi menggunakan sistem CAT,  pemeriksaan hasil ujian diproses langsung oleh aplikasi, tanpa campur tangan manusia, sehingga hasil yang dicapai adalah hasil murni. Data juga ditampilkan secara realtime. Namun masih terdapat kelemahan dalam hal transparansi, yaitu masih adanya potensi untuk melakukan rekayasa karena server yang tidak terpadu.
3.      Akuntabilitas
Akuntabilitas merupakan bentuk tanggung jawab pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.  Ditinjau dari sisi akuntabilitas, rekrutmen secara konvensional sangat lemah, terutama dalam pelaporan, karena semua laporan masih dientri secara manual. Di beberapa daerah, test CAT tidak serentak dan Data yang belum terintegrasi secara penuh  membuat pelamar bisa mengikuti test di beberapa instansi. Hal ini Secara sistem tidak menghambat seorang pelamar ikut CAT di beberapa instansi, namun ada etika yang harus dipegang. Artinya, ketika seorang pelamar sudah ikut tes di Kemenpan-RB misalnya, tidak mendua ke instansi lain untuk mencegah terjadi dobel kelulusan (menpan.go.id).
Jika dikomparasikan dengan berdasarkan kriteria antara sistem rekrutmen konvensional dengan rekrutmen menggunakan CAT, perbedaan tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
Tabel Karakteristik Computer Assisted Test dan Sistem Konvensional
karakteristik
Computer Assisted Test
Sistem Konvensional
Quota peserta Test
Tergantung jumlah unit komputer yang tersedia di lokasi CAT
Tergantung kapasitas gedung yang digunakan untuk paper based test (LJK)
Data peserta
Data terintegrasi, sehingga peserta test tidak dapat melakukan test dua kali di tempat yang berbeda. Namun sebagian besar  masih belum terintegrasi, sehingga peserta bisa melakukan test di dua tempat.
Data kurang terintegrasi, sehingga peserta bisa melakukan test di dua tempat.
Akuntabilitas & Transparansi
Data hasil test dapat langsung diakses publik melalui website, sehingga meminimalisir terjadinya proses manipulasi data secara fisik.
LJK rawan terjadinya manipulasi, harus dikoreksi terlebih dahulu, baru diketahui hasilnya. Berpotensi terjadi proses manipulasi data secara fisik
Aksesibilitas
Sangat mudah, penggunaan komputer user friendly
Mudah, tetapi membutuhkan waktu yang lama untuk  mengisi lembar jawaban
Efektivitas dan efisiensi
Proses  dilakukan 2 Bulan, secara bertahap.
Soal tersedia dalam bentuk soft file dan terdiri dari beberapa paket soal. Semua soal sudah terintegrasi sehingga secara otomatis komputer akan mengolah seuai dengan format paket soal.
penggunaan anggaran sangat besar pada proses pengadaan unit komputer untuk pelaksanaan test. Pada pelaksanaan test lebih hemat dan hasil bisa langsung diketahui. 
Proses dilakukan 4 bulan, hingga tahap pengumuman
Lembar soal test menggunakan LJK dikirim dari pusat dengan jumlah 2-4 paket, dengan pengawasan yang ketat.
Kurang hemat karena pengadaan kertas untuk LJK
Partisipasi masyarakat
Masyarakat dapat mengawasi secara real time melalui akses web yang telah disediakan pemeritah
Masyarakat tidak bisa mengawasi secara real time karena hasil ujian tidak bisa langsung ditampilkan di web yang disediakan oleh pemerintah.
Sumber : Diolah dari bkn.go.id
Dari uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, dan data tabel matriks dijelaskan bahwa  pelaksanaan test CAT rangka  mempraktikkan tata kelola pemerintahan yang ideal dan terwujudnya Good Governance masih memiliki celah.  

Kesimpulan dan Rekomendasi

Secara normatif, rekruitmen dan seleksi  melalui proses CAT  di indonesia merupakan jawaban atas sebagian refleksi yang harus dibenahi Indonesia dalam rangka mengedepankan nilai transparansi, akuntabilitas dan efektivitas guna mewujudkan clean government dan good governance, antara lain sebagai berikut.
1.      Menghilangkan KKN
2.      Wujudkan birokrasi yang bebas dari intervensi politik
3.      Open rekrutmen untuk menumbuhkan budaya kompetisi
4.      Perubahan mindset dari bagian kepegawaian
5.      Ahli secara teknis masalah kepegawaian
6.      Menjadi Advokat untuk menanamkan nilai kepublikan kepada PNS
7.      Agen perubahan
8.      Pemimpin yang beretika, kreatif dan solutif[2]
Berdasarkan rumusan beberapa indikator good governance versi United Nations, CAT belum maksimal dalam mewujudkan sistem administrasi publik efektif dan responsif. Hal tersebut disebabkan oleh kekurangan CAT  Selain itu,  akuntabilitas dalam kegiatan pemerintah dan transparan dalam pengambilan keputusan serta partisipasi dalam proses demokrasi, dengan memanfaatkan sumber informasi dari publik.
Keseriusan BKN dalam melaksanakan tata kelola pemerintahan yang ideal untuk mewujudkan Good Governance yang dimanifestasikan melalui  CAT memang diakui sebagai inovasi memiliki kelebihan terutama dalam meningkatkan efektivitas, transparansi dan akuntabilitas sehingga dapat menjaring Sumber Daya Manusia yang memiliki kapabilitas terbaik, untuk memberikan suport terhadap kinerja pemerintahan yag lebih baik. Namun, di sisi lain masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki agar tujuan dari CAT bisa tercapai secara maksimal. Kekurangan CAT, antara lain tidak terintegrasinya data, menyebabkan peserta bisa diterima di dua tempat. Pelaksanaan CAT di beberapa lembaga pemerintahan juga tidak terintegrasi, sehingga rawan terjadi kecurangan. Pada proses seleksi administrasi awal juga tidak dijelaskan kriteria penyaringan peserta untuk bisa lolos seleksi Administrasi.     
Kekurangan sistem CAT ini apabila tidak ditindaklanjuti akan berdampak pada pencapaian tujuan CAT yang tidak sesuai  dalam rangka  mempraktikkan tata kelola pemerintahan yang ideal dan terwujudnya Good Governance. Oleh karena itu, harus ada perbaikan agar rekrutmen melalui CAT bisa memenuhi prinsip transparansi, efisiensi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat agar tercapai tata kelola pemerintahan yang ideal dan terwujudnya Good Governance.

Rekomendasi
Untuk memperbaiki kelemahan, serta menghadapi potensi hambatan yang muncul, BKN perlu melakukan langkah langkah preventif untuk menghindari dampak yang ditimbulkan dari kekurangan CAT, beberapa rekomendasi tersebut antara lain sebagai berikut.
1.      Integrasi server penyelenggaraan CAT di seluruh wilayah Indonesia  di bawah assesment center, sehingga pelaksanaan test bisa serempak dan tidak terjadi tumpang tindih data pelamar.
2.      Sosialisasi CAT secara komprehensif, melalui media sosial dan media cetak serta elektronik, agar masyarakat tergugah untuk berpartisipasi secara aktif dengan mengawasi data secara real time dan pihak BKN membuat situs pengaduan masalah berdasarkan kategori permasalahan, sehingga permasalahan yang terjadi pada proses rekrutmen CAT bisa direspon dengan cepat dan efektif.
3.      Pemberian sanksi yang tegas dan efek yang jera terhadap implementor dan peserta yang melakukan tindak kecurangan agar kecurangan bisa diminimalisir. 
Dengan sistem rekutmen yang baik  diharapkan mampu menciptakan Good Corporat Governance (GCG). Penerapan GCG ini akan memberikan harapan karena merupakan suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi.

Daftar Pustaka :

Forum Human Capital Indonesia (FHCI). 2007. Excellent People Excellent Business: Pemikiran Strategik Mengenai Human Capital Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Gaebler, Ted, David Osborne. 1992. Mewirausahakan Birokrasi, mentransformasi semangat wirausaha ke dalam sektor publik (terjemahan). Yogyakarta : PPM.
Gafar, Affan, (2000), Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Giddens, Anthony, 1990, The Consequences of Modernity, Stanford, California : Stanford University Press.
Huntington, Samuel P., 1991, The Third Wave, Democratization in the Late Twentieth Century, Oklahoma University Press, Norman, Oklahoma.
Keban, Yeremias T., 2000, Good Governance dan Capacity Building sebagai Indikator Utama dan Fokus Penilaian Kinerja Pemerintahan, dalam  JurnalPerencanaan Pembangunan, Jakarta.
Keban, Yeremias T. 2010. “Isu Pengembangan Kapasitas dalan Good Governance”. Dalam Pramusinto, Agus, Ambar Widyaningrum. 2010. Reformasi Aparatur Negara Ditinjau Kembali. Yogyakarta : Gava Media.  
Thoha, Miftah. 2005. Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia. Jakarta : Prenada Media Group.
Website internet
www.bkn.go.id, diakses tanggal 23 September 2013, Pukul 20.34 WIB
www.kemendagri.go.id, diakses tanggal 22 September 2013 pukul 19.20 WIB
www.menpan.go.id, diakses tanggal 21 September 2013 pukul 17.15 WIB
www.jpnn.com, diakses tanggal 22 September pukul 19.22 WIB

Undang Undang
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil.
PP Nomor 11 Tahun 2002 dan PP Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil
PP Nomor 54 Tahun 2003 dan PP Nomor 100 Tahun 2000 tentang  Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.




[1] Dalam pendekatan Zero growthpengadaan pegawai  dilakukan untuk menggantikan pegawai yang pensiun, sehingga pertumbuhan pegawai hanya 0%, dan pengadaan pegawai tidak dilakukan setiap tahun (Thoha, 2005)  
[2] Kuliah. Eli Susanto, M.B.A., P.H.D. Manajemen Sumber Daya Manusia Sektor Publik 2013. 

Komentar

Reddish Pink mengatakan…
Great Post. I'm looking for that information, thanks a lot for giving a very useful article.

Postingan populer dari blog ini

DARI TSSB HINGGA SDSB: SEJARAH “LOTERE LEGAL” SUMBANGAN BERHADIAH DI DIY, 1970AN HINGGA 1993

Indra Fibiona Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta Jl. Brigjen Katamso 139 Yogyakarta 55152 e-mail : indrafibiona@yahoo.com ABSTRAK Fenomena maraknya lotere baik legal maupun ilegal di tahun 1970an menjadi stigma bahwa judi merupakan Tradisi masyarakat jawa. Lotere memiliki ekses negatif terhadap perekonomian termasuk perekonomian masyarakat di DIY. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bertemakan sejarah sosial dengan metode penelitian snowball sampling dan triangulasi (kritik) dengan sumber primer mengenai peristiwa maraknya lotere pada waktu itu. Penelitian ini menjelaskan   tentang penyelenggaraan lotere TSSB hingga SDSB di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam kerangka historis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa   dana dari daerah banyak tersedot ke Jakarta untuk setiap kali pengundian lotere . Keberadaan KSOB dan TSSB juga menyulut protes masyarakat karena dampak negatif yang ditimbulkan. TSSB dan KSOB mengalami metamorfosis menjadi SDSB di ta

Good Governance: Asal Usul, Perkembangan Konsep dan Kritik

 written by:  Indra Fibiona & Bayu Putra Pendahuluan administrasi publik mengalami perkembangan paradigma secara dinamis. Diawali dengan Old Public Administration, di mana terjadi dikotomi locus dan fokus, dan masih kental orientasinya dengan government. OPA pada perkembangannya bergeser menjadi paradigma baru, yaitu   New Public   Manajemen, New Public Services hingga Good Governance (Keban, 2008). Good Governance diterjemahkan sebagai tata pemerintahan yang baik merupakan tema umum kajian yang populer, baik di pemerintahan, civil society maupun di dunia swasta. Kepopulerannya adalah akibat semakin kompleksnya permasalahan, seolah menegaskan tidak adanya iklim pemerintahan yang baik. Good Governance dipromosikan oleh World Bank untuk menciptakan tatanan pemerintahan yang sehat. Pemahaman pemerintah tentang good governance berbeda-beda, namun setidaknya sebagian besar dari mereka membayangkan bahwa dengan good governance mereka akan dapat memiliki kualitas pemerintahan y

Pengembangan Desa Wisata untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Written by Indra Fibiona

Pendahuluan Desa Wisata merupakan suatu bentuk intergrasi antara atraksi akomodasi dan fasilitas pendukung yang tersaji dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku ( Nuryanti, 1993: 2-3) . Desa wisata juga dapat dimaknai sebagai s uatu kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana mencerminkan keaslian pedesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan.             Di dalam pengembangan suatu desa menjadi desa wisata, disamping identifikasi terhadap unsur unsur yang ada di desa, penentuan desa wisata juga harus diimbangi dengan pemahaman karakteristik serta tatanan budaya masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar dapat dimanfaatkan dalam pengembangan aspek perekonomian desa tersebut (dinas par