Langsung ke konten utama

CREATING THE CULTURE FOR INNOVATION



(Menciptakan Budaya untuk Sebuah Inovasi)

Hesselbein, Frances, et al (ed). 2002. Leading For Innovation. San Fransisco : Jossey Bass.
 (chapter 6)




A.   Munculnya Inovasi (Kaleidoskop Berfikir)
Seorang pemimpin harus menyalurkan kaleidoskop yang sebenarnya dan mengembangkan kegunaan-kegunaannya untuk menciptakan budaya agar tercipta sebuah inovasi. Dalam hal ini, improvisasi merupakan hal yang paling dibutuhkan. Para inovator menciptakan nilai dengan mengerjakan sesuatu yang belum diketahui sepenuhnya dan mengembangkan rencana yang telah disusun. Inovasi bermula dari seseorang yang memiliki cukup kepintaran untuk memikirkan kebutuhan-kebutuhan terkini, kemudian menciptakan metode-metode, produksi-produksi ataupun layanan-layanan baru.
Customer, supplier, dan partner adalah sumber ide yang penting untuk sebuah inovasi. Partner bisa memberikan jalan para perkembangan-perkembangan terbaru dan perubahan-perubahan pangsa pasar. Sebagian besar para pemimpin menginginkan adanya sebuah inovasi dengan ide-ide segar, namun kondisi dan suasa kerja mereka tidak mendukung. Oleh karena itu, menciptakan suasana kerja dan etos kerja menjadi sangat penting demi terwujudnya sebuah inovasi dalam sebuah organisasi.
B.    Hal-hal yang menghambat inovasi.
Bersembunyi di balik nilai-nilai inovasi adalah dua kebenaran yang menyakitkan. Pertama, inovasi bisa menjadi jalan yang sulit, gangguan, hambatan, bahkan resiko terburuk bagi seorang pemimpin. Kedua, proses inovasi yang kacau dan tidak tentu sehingga akan susah bagi seorang pemimpin untuk memprediksi dan mengontrol inovasi.
Sangat mudah bagi seorang pemimpin untuk menjelaskan seuatu inovasi dalam sebuah teori, namun dalam praktiknya, kabanyakan darinya mengalami kesulitan. Kesulitan-kesulitan tersebut kadangkala muncul dari sikap dan tingkah para pemimpin itu sendiri.
Berikut beberapa hal yang bisa menghambat inovasi, yaitu:
1.   Mencurigai ide-ide baru yang muncul.
2.   Medesak orang yang membutuhkan persetujuanmu untuk melewati tingkatan-tingkatan manajemen terlebih dulu (birokrasi yang panjang).
3.   Meminta departemen-departemen maupun personal untuk saling menantang dan mengkritik proposal.
4.   Selalu mengkritik dengan cepat dan tidak memberikan apresiasi atau pujian.
5.   Menggunakan identifikasi masalah sebagai tanda-tanda kegagalan untuk mengecilkan hati orang dan membiarkan kesalahan tersebut.
6.   Mengontrol segala sesuatu dengan sangat hati-hati. Memastikan orang-orang menghitung segala sesuatu yang bisa dihitung.
7.   Membuat keputusan untuk mereorganisir atau mengganti kebijakan-kebijakan secara tertutup.
8.   Memastikan bahwa permintaan informasi diberikan secara tepat dan tidak memberikannya secara cuma-cuma.
9.   Memaksa orang untuk melakukan apa yang sudah menjadi keputusanmu dengan cepat serta memberikan partisipasi dan tanggung jawab yang sedikit.
10. Hanya pemimpin yang mengetahui hal-hal penting dalam sebuah bisnis.
C. Budaya untuk Inovasi
Inovasi sangat sulit diprediksikan. Namun ada beberapa strategi inovasi yang melibatkan aktifitas-aktifitas dalam sebuah piramid yang dibagi menjadi 3 tingkat.
1.   Puncak (paling atas): bertaruh pada masa depan dengan berinvestasi dalam produksi, teknologi, atau inovasi pasar.
2.   Tengah: membuat portofolio perjanjian.
3.   Dasar: memberikan inovasi-inovasi yang berbeda, improvisasi yang berkelanjutan, memunculkan ide-ide baru, kecepatan, pelayanan customer, dll.
Menciptakan budaya untuk suatu perubahan bukanlah melakukan semuanya dengan sempurna, melainkan melakukan segala sesuatu dengan cepat, terus belajar, kemudian melakukannya dengan cara yang berbeda.Perusahaan-perusahaan terbaik selalu mempersiapkan diri untuk menghadapi perubahan. Sebuah kaleidoskop, bukan sebuah komputer, merupakan senjata paling ampuh untuk membantu pemimpin menghadapi tantangan-tantangan pada abad 21.
Dalam konteks organisasi publik di Indonesia, inovasi – inovasi tidak banyak berkembang salah satu faktor penyebabnya adalah birokrasi yang panjang, selalu mengkritik dan tidak memberikan apresiasi atau pujian, membuat keputusan kebijakan secara tertutup.  Lain halnya yang terjadi Pemerintah Kota Tangerang, pemerintah kota Tangerang  mendapatkan penghargaan dalam bidang Innovatif Government Award (IGA) Tahun 2012. Penghargaan ini diberikan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) disebabkan Pemerintah Kota Tangerang dianggap sebagai pemerintah daerah yang paling inovatif dan memiliki terobosan-terobosan dalam mengeluarkan kebijakan pembangunan dan mampu menyelesaikan permasalahan perkotaan dengan segala inovasi-inovasi yang tidak dilakukan pemerintah daerah lainnya di Indonesia. Kunci penting yang dilakukan pemerintah Tangerang adalah Pemerintah Kota TangerangMengajak masyarakat agar benar-benar berperan aktif dalam proses pembangunan Kota Tangerang, selain itu pemerintah juga tidak mempersulit birokrasi agar stakeholder  berinovasi, selalu memberikan apresiasi terhadap ide ide inovasi terkait pelayanan, serta memutuskan kebijakan terkait pelayanan secara terbuka sehingga masalah masalah perkotaan  bisa teratasi dan pelayanan publik bisa lebih  baik (truskota.com).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DARI TSSB HINGGA SDSB: SEJARAH “LOTERE LEGAL” SUMBANGAN BERHADIAH DI DIY, 1970AN HINGGA 1993

Indra Fibiona Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta Jl. Brigjen Katamso 139 Yogyakarta 55152 e-mail : indrafibiona@yahoo.com ABSTRAK Fenomena maraknya lotere baik legal maupun ilegal di tahun 1970an menjadi stigma bahwa judi merupakan Tradisi masyarakat jawa. Lotere memiliki ekses negatif terhadap perekonomian termasuk perekonomian masyarakat di DIY. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bertemakan sejarah sosial dengan metode penelitian snowball sampling dan triangulasi (kritik) dengan sumber primer mengenai peristiwa maraknya lotere pada waktu itu. Penelitian ini menjelaskan   tentang penyelenggaraan lotere TSSB hingga SDSB di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam kerangka historis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa   dana dari daerah banyak tersedot ke Jakarta untuk setiap kali pengundian lotere . Keberadaan KSOB dan TSSB juga menyulut protes masyarakat karena dampak negatif yang ditimbulkan. TSSB dan KSOB mengalami metamorfosis menjadi SDSB di ta

Good Governance: Asal Usul, Perkembangan Konsep dan Kritik

 written by:  Indra Fibiona & Bayu Putra Pendahuluan administrasi publik mengalami perkembangan paradigma secara dinamis. Diawali dengan Old Public Administration, di mana terjadi dikotomi locus dan fokus, dan masih kental orientasinya dengan government. OPA pada perkembangannya bergeser menjadi paradigma baru, yaitu   New Public   Manajemen, New Public Services hingga Good Governance (Keban, 2008). Good Governance diterjemahkan sebagai tata pemerintahan yang baik merupakan tema umum kajian yang populer, baik di pemerintahan, civil society maupun di dunia swasta. Kepopulerannya adalah akibat semakin kompleksnya permasalahan, seolah menegaskan tidak adanya iklim pemerintahan yang baik. Good Governance dipromosikan oleh World Bank untuk menciptakan tatanan pemerintahan yang sehat. Pemahaman pemerintah tentang good governance berbeda-beda, namun setidaknya sebagian besar dari mereka membayangkan bahwa dengan good governance mereka akan dapat memiliki kualitas pemerintahan y

Pengembangan Desa Wisata untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Written by Indra Fibiona

Pendahuluan Desa Wisata merupakan suatu bentuk intergrasi antara atraksi akomodasi dan fasilitas pendukung yang tersaji dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku ( Nuryanti, 1993: 2-3) . Desa wisata juga dapat dimaknai sebagai s uatu kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana mencerminkan keaslian pedesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan.             Di dalam pengembangan suatu desa menjadi desa wisata, disamping identifikasi terhadap unsur unsur yang ada di desa, penentuan desa wisata juga harus diimbangi dengan pemahaman karakteristik serta tatanan budaya masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar dapat dimanfaatkan dalam pengembangan aspek perekonomian desa tersebut (dinas par