Manajemen Data dan Metode Analisis
A. Michael Huberman Mattew B. Miles
Manajemen
data didefinisikan secara pragmatis, menjadi: langkah-langkah yang diperlukan
untuk mengolah kumpulan data secara sistematik dan koheren. Langkah-langkah ini
dilakukan untuk memastikan: (a) data dengan kualitas tinggi yang bersifat
aksesibel; (b) dokumentasi hasil analisis; penyajian data kesimpulan
penggambaran,reduksi data(c) kepemilikan data dan hasil analisis setelah proses
selesai. Analisis data (Data analysis) terdiri atas tiga sub-proses yang saling
terkait yaitu reduksi data, penyajian data dan pengambilan kesimpulan.
Manajemen
Data
Secara
normal, informasi yang dikumpulkan tidak dapat langsung dianalisis, karena
terlebih dahulu harus melalui proses tertentu. Data mentah perlu terlebih dulu
dikoreksi, diperluas, dan disunting. Rekaman gambar dan rekaman suara harus
terlebih dulu disalin ke dalam tulisan, dikoreksi, dan disunting. Kualitas data
kualitatif bergantung pada tingkat rincian pengolahan catatan lapangan. Tanpa
didukung sistem koheren yang rasional sebagai metode pengumpulan data dari
berbagai informan dalam format komparasi,seorang peneliti tidak bisa melakukan
manajemen data dengan baik. Persoalan yang dihadapi peneliti adalah seputar
penyimpanan (storage) dan penyajian ulang (retrieval) data.
Penyimpanan
(Storage) dan Penyajian Ulang (Retrieval)
Sebuah
sistem penyimpanan dan penyajian-ulang data yang baik sangatlah diperlukan (1)
untuk menjaga ketepatan alur data yang tersedia; (2) untuk memudahkan
pemanfaatan dan penggunaan data berdasarkan perbedaan waktu selama penelitian
dan (3) untuk mendokumentasikan hasil analisis, sehingga penelitian yang
dilakukan dapat diverifikasi. Seorang peneliti harus terlebih dahulu merancang
sistem jauh sebelum pengumpulan data aktual. Peneliti harus membedakan catatan
lapangan (jurnal), transkripsi, dokumen, dan bahan-bahan analitis/interpretif
yang diproduksi oleh peneliti dan merumuskan sistem indeks yang jelas.
Analisis
Interim
penelitian
kualitatif memiliki rangkaian kerja yang unik mulai dari mengumpulkan data
hingga tahap analisis,membutuhkan penanganan data yang berbeda karena muncul dalam momen yang
berbeda. Langkah ini memiliki banyak kelebihan antara lain dalam kasus
tertentu, kekeliruan dan kesalahan identifikasi lapangan dapat dikoreksi pada
kesempatan. Penetapan instrumen dapat disesuaikan dengan rancangan penelitian
sekaligus dapat ditambahkan. Akan tetapi juga ada beberapa kelemahan, yaitu
seorang peneliti akan selalu dituntut untuk terus memilah dan mereduksi data,
sedangkan pada saat yang sama, dia harus mengumpulkan data lebih banyak lagi. Akibatnya,
proses analisis ini akan bersifat inflasioner (tumpang-tindih).
Penelitian
Berulang (Iterative Research)
Rancangan
penelitian kualitatif sebenarnya bisa dianggap sebagai rancangan analitis.
Penentuan kerangka-teori, pertanyaan penelitian, sampel, penetapan
"kasus", dan penetapan instrumen-instrumen penelitian mencakup proses
reduksi data antisipatif, dan proses tersebut adalah aspek terpenting dalam
tahap analisis data. Rancangan kualitatif tersebut tidak mudah ditiru karena
berdasar kreatifitas peneliti, memiliki pola-pola unik, namun tetap saja
memiliki bentuk umum yang perlu direvisi dan diarahkan (Preislle, 1991).
Rancangan induktif akan sangat berguna khususnya bagi sebuah studi kasus di
lokasi yang masih asing dan benar-benar rumit, dan lebih bersifat deskriptif
eksploratoris. Sedangkan rancangan deduktif sangat baik jika seorang peneliti
telah mengenal baik di lokasi penelitian sebelumnya, dan memiliki banyak teori
yang mudah diterapkan serta memiliki konsep yang mudah disampaikan sekaligus
lebih cenderung pada penelitian eksplanatoris atau konfirmatoris yang
melibatkan banyak kasus yang dapat dikomparasikan satu sama lain.
Analisis
Kasus: Masalah-Masalah Umum
Tidak
ada batasan yang baku yang dapat membedakan antara analisis 'interim', later analysis,
dan analisis akhir (final analysis). Akan tetapi, banyak sekali masalah yang
muncul ketika ada pengujian terhadap kasus-kasus tertentu dan sebelum melakukan
analisis-lintas-kasus (cross-case analysis). Isu-isu seputar masalah ini
mencakup pola pembedaan antara deskripsi dengan penjelasan, logika umum sebuah
analisis (the general logic of analysis), signifikansi penyajian data, peran
teori, dan prinsip kausalitas yang dapat diterapkan (workable view of
causality).
Peran
Teori pada Tahap Analisis Kasus
Klaim
yang baik tentang kesimpulan didukung oleh tiga metaklaim: (a) seorang peneliti
berhasil mengembangkan dan menguji sebuah teori; (b) seluruh data yang relevan
dengan penelitian telah diuji, sedangkan data-data yang tidak relevan dibuang
dan (c) upaya untuk terus mendialogkan antara ide dengan bukti(Ragin, 1987).
Analisis
LintasKasus (Cross Cate Analysis)
Salah
satu tujuan dari analisis Analisis Lintas Kasus adalah memperluas
validitas eksternal suatu kasus. Misalnya, dengan mencermati berbagai pelaku
dalam berbagai situasi akan dapat meningkatkan aspek general-isabilitas;
proses-proses utama, konstruk-konstruk tertentu, dan penjelasan-penjelasan
khusus dapat diuji dalam beragam konfigurasi. Masing-masing konfigurasi
tersebut dapat dianggap sebagai bentuk replikasi dari proses atau pertanyaan
yang sedang dikaji.
Perbedaan
Krusial antara Variabel dengan Kasus
Analisis
berorientasi variabel sangat bagus untuk menemukan probabilitas relasi
antar-variabel dalam populasi yang besar, namun akan menyulitkan jika digunakan
untuk menemukan ber-bagai kompleksitas kausal (causal complexities), atau kasus
dengan subsampel. Di sisi lain, Analisis berorientasi kasus sangat bagus untuk
menemukan pola-pola spesifik, konkret, dan mengakar yang terkait dengan
sejumlah kecil kasus, namun kesimpulan akhirnya tetap bersifat partikularistik.
Beberapa
Strategi untuk Melakukan Analisis Lintas Kasus
Strategi
berorientasi variabel (Variable-oriented-strategies): pendekatan yang sering
digunakan adalah "penemuan tema" (finding themes) yang sama dalam
beragam kasus.Variabel-variabel kunci biasanya muncul hanya ketika tahap
analisis lintas-lokasi dilakukan. Strategi ini bisa disebut proses klasifikasi
pola (pattern classification).
Verifikasi
Kesimpulan bagi Validitas Analitis
Verifikasi
berarti melakukan pengecekan bias-bias yang paling umum dan paling samar yang
dapat masuk ke dalam proses-proses pengambilan ke-putusan. Beberapa kelemahan
yang sering terjadi antara lain data
lapangan yang berlebihan. Terpesona dengan kesan awal observasi berupa
kejadian-kejadian konkret dan dramatik. Terlalu selektif, dan percaya diri pada
beberapa data, khususnya ketika mengonfirmasi temuan kunci. Menetapkan korelasi
antara berbagai peristiwa yang terjadi bersamaan. Kekeliruan proporsi angka penjumlahan
dasar; eksplorasi angka dari sekian sampel yang diobservasi. Informasi dari
beberapa sumber yang tidak layak dipercaya. Terlalu mempertimbangkan informasi
yang mempersoalkan tema-tema hipotesis sementara. Istilah yang sering digunakan
untuk mengaitkan proses analisis dengan proses konfirmasi adalah triangulasi yang
berarti "multi operasionalisme" (Campbell & Fiske, 1959) atau
konvergensi antarpeneliti (penyatuan catatan lapangan satu peneliti dengan
hasil obeservasi peneliti lain) sekaligus konvergensi antara berbagai teori
yang digunakan.
Analisis Naratif, Analisis Konten, dan Analisis
Semiotik
PETER K. MANNING BETSY CULLUM-SWAN
Analisis Konten dan Naratif Analisis
Konten
Analisis
konten sendiri sebenarnya merupakan teknik yang berorientasi kualitatif, ukuran kebakuan diterapkan pada satuan-satuan
tertentu. teknik ini biasanya dipakai untuk menentukan karakter dokumen-dokumen
atau membandingkannya (Berelson, 1952; Kracauer, 1993). Analisis konten selalu
gagal menangkap 'konteks' dari teks yang dijadikan objek penelitian. Konteks bisa
bermacam-macam, bisa berhubungan dengan naratif ,lingkungan semantik (immediate semantic environtment), majas-majas
atau gaya bahasa, dan keterkaitan antara teks dengan pengalaman membaca atau
pengetahuan (Eco, 1979). Pendekatan etnometodologi memahami konteks sebagai
'pengetahuan yang dimanfaatkan', pengetahuan yang dibawa ke dalam pengalamankeseharian
dan diperlihatkan melalui wicara.
Analisis
Naratif
Ada
beberapa bentuk analitis di dalam analisis naratif. Salah satunya berkaitan
erat dengan perspektif formalistik, perspektif ini menganggap bahwa teks
memiliki koherensi internal. Koherensi internal tersebut disatupadukan dengan
dasar kode, sintaksis, gramatika, dan bentuk. Dua bentuk pendekatan dalam
analisis naratif yakni pendekatan 'atas-bawah' (top-down) dan pendekatan 'bawah-atas'
(bottom-up) membuat perbedaan asumsi tentang organisasi makna kognitif.
Pendekatan 'atas-bawah' sangat berpengaruh pada bidang pendidikan dan psikologi
kognitif. Kedua pendekatan ini kurang mampu memahami cara manusia dalam
memproses dan menyerap pengalaman indrawi. Analisis naratif biasanya berpijak
pada sudut pandang sang pencerita dan bukan masyarakat. Pada tataran yang lebih
ekstrem, analisis makrotekstual mengamati proses verbalisasi atau representasi
dari suatu masyarakat maupun kelompok masyarakat melalui kata-kata.
Semiotika
Semiotika
atau ilmu tanda mengandaikan serangkaian asumsi dan konsep yang memungkinkan
kita untuk menganalisis sistem simbolik dengan cara sistematis. Meski semiotika
mengambil model awal dari bahasa verbal, bahasa verbal hanyalah satu dari
sekian banyak sistem tanda yang ada di muka bumi. seluruh tindak komunikasi
antarmanusia sesungguhnya merupakan tanda; teks yang harus dibaca terlebih
dahulu agar dapat dimengerti maksudnya. Proses penghubungan atau pemaknaan
ekspresi dengan konten bersifat sosial dan sangat bergantung pada perspektif
atau cara berpikir sang pengamat. Tanda tidak pernah sepenuhnya 'lengkap'
karena memerlukan 'interpretan' atau konteks. Dengan demikian, hanya kontekslah
yang dapat menghubungkan ekspresi dengan konten. Semiotika mempelajari apa saja
yang dapat dianggap sebagai tanda dan menolak tanda yang bersifat 'absolut'. Interpretan
sebuah tanda adalah tanda lain, sebuah tanda dapat diuji validitas atau kebenarannya
hanya dengan tanda lain, begitu seterusnya tanpa mengandaikan akhiran yang
definitif (Eco, 1979, hlm. 7).
Strukturalisme
Dalam
konteks ilmu sosial, strukturalisme merupakan perspektif teoretis sekaligus
pendekatan metodologis. Strukturalisme mewarisi tradisi formalistik matematika,
ekonomi, dan psikologi dan mengadopsi pendekatan analitis yang dikembangkan
oleh semiotika. Strukturalisme mengembangkan model analisis formalistik dari
linguistik Sassurian; di dalam linguistik, realitas sosial dianggap sebagai
konstruk yang terbentuk oleh keberadaan bahasa. Secara esensi, strukturalisme
merupakan metode yang bersifat komparatif karena strukturalisme cenderung
mencari 'perbedaan' yang ada di dalam dua konten atau lebih. Strukturalisme
berusaha mengidentifkasi dan memetakan setiap bagian di dalam sebuah sistem;
satu peristiwa atau satu rangkaian peristiwa dianggap memiliki 'pola' tertentu
dan pola ini hanya dapat ditemukan ketika kita menggunakan perspektif strukturalisme
sebagai dasar pemikiran. Tujuan akhir dari strukturalisme adalah menemukan
aturan, prinsip, atau konvensi yang membentuk pola tersebut; ketika pola
tersebut (makna 'dalam') ditemukan maka 'makna luar' atau 'makna permukaan'
akan dapat dijelaskan.
Post-strukturalisme
Setiap
teks menyimpan makna; hanya saja, makna tersebut selalu 'tidak pasti' atau
'tidak definitif'. Makna sebuah teks bisa berubah seiring dengan pergeseran
konteks yang melatarinya; makna tidak bersifat reduktif. Post-strukturalisme
menganggap tindak tutur dan teks sebagai ungkapan yang sulit untuk dimaknai;
kita tidak akan menemukan makna 'final' di dalam tuturan dan teks. Sebuah
konstruk tidak akan pemah bisa direduksi atau disederhanakan ke dalam
premis-premis dasari/oposisi biner.
Model
Interaksionis
Dalam
analisis data dokumenter model interaksionis, yang berperan adalah
refleksivitas soliter dan terinternalisasi. Misalnya, ada seorang manusia (1).
(ia bernama, memiliki identitas pribadi, dan berada dalam ruang dan waktu tertentu)
melakukan sebuah tindakan yakni 'menulis' (2). Tindakan 'menulis' ini
merefleksikan 'self'; sang 'aku' dan sang 'saya' secara simultan atau secara
bersamaan. Penulis (3) berefleksi terhadap tulisan 'self' dan membaca produk
tindakan tersebut; tindak membacanya itu merupakan refleksi terhadap 'penulis'.
Dengan demikian, 'menulis' merupakan salah satu aspek 'self' dari sang penulis.
DM sang penulis ini ditampilkan di dalam teks (4). Kemudian, produk tindak
menulis yang disadari ini, yakni 'teks' (buku harian, cerita, autobiografi,
biografi, surat, novel, pengakuan, esai, atau penelitian) dibaca. (5) Jadi,
tindak 'membaca' merupakan representasi dari dokumen yang mem-presentasikan
'self'.
Model
Strukturalis
Strukturalisme
berasumsi bahwa ekspresi bisa bersifat relatif (termasuk di antaranya
kemungkinan adanya ekspresi tanpa referen). Makna sangat bergantung pada
konteks; makna merupakan salah satu fungsi tindak pengkodean (Barthes, 1975b).
Ada kerenggangan antara sisi permukaan naratif dengan kode-kode yang digunakan
untuk menerjemahkan teks. Ironisnya, meski selalu senjang dengan dunia -cerita
tidak selalu mengacu pada peristiwa nyata— peniadaan bentuk di dalam model
naratif dapat membuat penilaian terhadap makna 'cerita' menjadi problematis.
Teks selalu dapat diubah ke dalam kode-kode lain; dengan demikian, ada
suara-suara yang akan terdengar dan ada pokok-pokok lain yang akan tampak. Setiap
teks menuturkan suara-suaranya secara metaforis, teks bisa dibaca dengan
berbagai macam cara. Akan tetapi, reposisi makna sebagai fungsi kode ini
mengandaikan varian yang jauh lebih radikal. Strukturalisme dan semiotik
sedikit banyak berperan pada persoalan 'krisis representasi.
Komentar
The hotel 삼척 출장안마 is located in the beautiful mountains of Western North Carolina and 출장안마 is a perfect base for 충주 출장안마 travel. From the comfort of your own 논산 출장샵 home, Rating: 2.5 · 20 광주광역 출장마사지 votes