Langsung ke konten utama

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA CIVIL SERVICES STUDI KASUS THAILAND





kontributor :
Bayu Putra 
Indra Fibiona




Latar Belakang Sejarah dan Perkembangan Sistem Pelayanan Masyarakat
Sistem pelayanan sipil di Thailand pada dasarnya tidak biasa dan selalu berkembang menjadi fitur yang khas sebagaimana dikatakan oleh Siffin (1960) sebagai "suatu kombinasi refleksi karakteristik barat dan pribumi di tempat unik pembangunan sejarah yang tak tertandingi di ASIA".
Evolusi sistem pelayanan thai sipil dapat ditelusuri kembali ke era Sukhothai dan Ayudhya. Pada periode Sukhothai (1237-1438), semua pejabat yang diawasi di bawah paternalisme (Hongsanant, 1980:4), yang feodal dan tingkat tinggi pegawai negeri ditugaskan tugas mereka sehingga dapat menyelesaikan misi Raja. Sistem ini adalah relevan dengan situasi negara di tengah konflik antara negara-negara tetangga. Raja tercinta telah memainkan peran kunci sebagai pemimpin perubahan serta jantung pemerintahan. Semua Orang-orang juga dipersiapkan dengan baik di bawah sistem harmoni (Laongsri dan Choomchan, 1984; 12) Pada periode ayudya (1350-1767), sistem monarki didirikan dan sistem pelayanan publik ditandai dengan patronase-client. Sistem peringkat dengan hak istimewa untuk personil diadopsi dan sistem pelayanan publik memiliki pengaruh besar pada cara hidup masyarakat (Samuthavanich, 1976:4-5). Sistem administrasi sentral diklasifikasikan menjadi empat departemen (Hongsanant, 1980:5), yaitu: Wang yang bertanggung jawab atas urusan internal, Klang yang bertanggung jawab untuk perdagangan dan urusan luar negeri, Muang yang bertanggung jawab atas kejahatan dan keadilan, dan Na yang pada dibebankan irigasi dan pertanian.
Reformasi layanan sipil pertama dibuat pada masa pemerintahan Raja Rama V (1868-1910) selama periode Rattanakosin (1782-sekarang). Departemen ditingkatkan dalam pelayanan dan status PNS diubah menjadi pejabat pelayanan publik. Remunerasi dan jam kerja juga ditentukan. Daerah reformasi kunci termasuk: 1. pemisahan pejabat untuk layanan militer dan sipil; 2. pengaturan untuk pelatihan dan perekrutan di berjajar dengan merit system, dan 3. penerapan remunerasi dan hak istimewa sebagai insentif bagi para pejabat pegawai negeri sipil (Sukhithai Thammatchirah University, 1996).
Selama maka waktu Perdana Menteri Thaksin Shinawatra (2002-2006), reformasi sektor publik dinyatakan sebagai kunci untuk meningkatkan efisiensi pelayanan sipil. Arah kebijakan meliputi lima bidang utama: 1. mengubah peran dan misi dan proses manajemen sektor publik: 2. perubahan dalam sistem penganggaran, keuangan dan pengadaan; 3. perencanaan untuk perbaikan sistem pelayanan publik; 4. reformasi hukum dan peraturan, dalam legal drafting tertentu dan proses perbaikan, dan 5. meningkatkan nilai-nilai dan sistem budaya untuk meningkatkan standar pelayanan publik. Dalam rangka melaksanakan reformasi kebijakan sektor publik, dilakukan revisi Undang-Undang Pemerintahan BE 2545 (2002) yang diundangkan oleh Komisi Pengembangan Sektor Publik (PSDC). Dengan komisi baru yang memisahkan diri dari komisi pegawai negeri sipil (CSC) dan bertindak sebagai kekuatan strategis untuk mendorong reformasi sektor public serta menyesuaikan peran dan tugas dari instansi pemerintah agar tidak saling tumpang tindih.
Selama pemerintah Chulanont Surayud terbentuklah UU Pelanan Sipil yang baru BE 2551 (2008) dan peraturan Perundang-undanganan terkait hal lainnya seperti pensiun dan skema gaji resmi. Selain itu, pemerintah mencanangkan perbaikan etika dan meningkatkan tata kelola serta mitigasi korupsi pada agenda nasional sektor publik. Tujuan dari agenda baru adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang etika dan integritas serta mendorong moral pejabat dalam melakukan tugasnya demi kepentingan umum. Ini adalah tujuan strategis dalam mempromosikan etika dan tata pemerintahan yang baik. Namun, hal ini mesih menjadi kendala dan belum efektif di terapkan. Saat ini, pemerintah koalisi Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva telah meningkatkan upaya dalam melaksanakan kebijakan reformasi layanan sipil. Tugas utama meliputi transformasi penempatan, evaluasi kinerja dan peningkatan insentif pegawai. Peran adaptif pejabat pemerintah yang terbentuk sesuai dengan situasi yang dinamis. Isu-isu kunci dalam reformasi layanan sipil di Thailand adalah mendapatkan kepercayaan publik dalam melakukan tugas mereka dengan efisien dan integritas yang tinggi. Meningkatkan etika dan tata pemerintahan masih merupakan agenda yang menantang yang memerlukan tindakan strategis dan keterlibatan aktif dari semua pihak.
                                                                     
Sifat Sistem Layanan Sipil Thailand
·      Keanekaragaman dan Proses Pembangunan yang Adaptif
Sistem pelayanan sipil Thailand dalam hal keragaman dan proses pembangunan yang adaptif. setelah transformasi politik pada tahun 1932, pemerintah membubarkan sistem feodal dan memulai klasifikasi peringkat terdiri dari lima kelas, yaitu, keempat, kelas tiga, dua, pertama dan khusus. Klasifikasi ini peringkat didasarkan pada kualifikasi pejabat seperti keterampilan, pengalaman dan pencapaian pendidikan. Struktur kelas layanan sipil di Thailand telah maju dalam klasifikasi dari peringkat dengan tugas dan tanggung jawab.
Setelah tahun 1975, struktur kelas telah bergeser ke tugas dan tanggung klasifikasi. Klasifikasi dikenal sebagai tingkat umum tanggung jawab dan biasanya disebut "C" sistem. Menurut klasifikasi C, layanan pemerintah dibagi menjadi sebelas oleh posisi di sesuaikan dengan kompleksitas dan kualitas kerja. Posisi sebelas diklasifikasikan lebih lanjut ke dalam tiga kategori termasuk: 1. posisi general; 2. profesional atau posisi ahli; 3. posisi administrasi eksekutif. Setiap kategori menerapkan set yang berbeda dari indikator kinerja untuk mengatur pembayaran gaji, penentuan posisi dan pertimbangan jalur pengembangan karir. Namun, klasifikasi ini memiliki beberapa implikasi jangka pendek yakni ambisi yang kuat untuk posisi yang lebih tinggi melalui segala cara untuk mendapatkan promosi. Selain itu, ada kendala pada perpindahan dan promosi pegawai karena struktur yang hierarki (Wattanasin, 1997). Klasifikasi ini telah menghasilkan nepotisme dan favoritisme melalui praktek yang tidak adil dan merusak moral PNS. Alasan ini menjadi dasar klasifikasi berdasarkan tugas dan tanggung jawab akhirnya dihentikan dan diganti dengan sistem administrasi kepegawaian yang baru yang bertujuan untuk melindungi dan meningkatkan sistem merit, serta untuk menahan diri dari intervensi politik dalam perekrutan, seleksi dan promosi pegawai. Adanya Sistem baru di thailand ini bertujuan untuk melindungi dan meningkatkan sistem merit, serta untuk menahan diri dari intervensi politik dalam perekrutan, seleksi dan promosi pegawai. Baru-baru ini, PNS dikategorikan ke dalam empat kelompok utama: eksekutif, manajemen, pengetahuan, pekerja, dan posisi umum. Ini sumber daya manusia baru struktur manajemen adalah pada pelaksanaan untuk menutup semua PNS Thailand.

·      Ukuran dan Struktur Pelayanan Sipil Thailand
Struktur Pelayanan Sipil Thailand terkini masih sama dengan hasil Restrukturisasi Instansi-instansi Pemerintah Tahun BE 2545 (2002) yang terdiri dari Kantor Perdana Menteri dan 19 Kementerian dan 5 instansi publik independen. Jumlah tenaga di sektor publik sebesar 1,94 juta yang merupakan 2,95% dari total populasi Thailand (65,8 juta). Dalam kaitan dengan distribusi pegawai berdasarkan regional, wilayah timur laut mencakup 28,49%, diikuti oleh wilayah tengah (termasuk Bangkok) 18,82%, wilayah utara 18 % dan wilayah timur 3,75%. Pegawai sektor publik di Metropolitan Bangkok cukup tinggi yaitu mencapai 16,25%. Hanya sedikit pegawai yang bekerja di luar negeri yaitu (0,07% (OCSC, 2007). Kualifikasi dasar untuk bekerja di pemerintahan umum pada semua posisi telah diatur dalam pasal 36 Undang-Undang Pelayanan Sipil 2008. Syarat masuk ke pelayanan sipil terdapat berbagai kualifikasi umum dan larangan. Dalam menduduki suatu jabatan, pegawai harus memiliki persyaratan dan kategori khusus yakni: (1) pengetahuan tentang hukum dan peraturan; (2) ketrampilan yang diperlukan (komputer, kecakapan bahasa inggris, matematika dan manajemen); dan (3) kompetensi yang diperlukan.



·      Reformasi Pelayanan Publik : Kebijakan dan Mekanisme: Reformasi Perekrutan dan Seleksi
Perekrutan adalah mekanisme kunci reformasi dalam memperkuat layanan publik yang berkualitas untuk mencapai tantangan negara dalam konteks dinamika global dan lingkungan yang kompetitif. Proses rekrutmen yang efektif dapat menjamin keadilan dalam praktek pelayanan publik yang akhirnya mengarah ke kepentingan umum dalam hal kualitas hidup yang lebih tinggi, kemakmuran ekonomi dan jaminan sosial. Konstitusi tidak mengizinkan diskriminasi terhadap seseorang atas dasar  asal, ras, jenis kelamin, usia, kondisi fisik atau kesehatan, status sosial-ekonomi, kepercayaan agama, pendidikan atau pandangan politik konstitusional.
UU administrasi negara tahun 2002 pasal 3/1 menekankan bahwa pemerintahan harus bermanfaat bagi orang Thailand, membawa hasil efisien dan layak, mendorong minimalisasi birokrasi, menghilangkan proses yang tidak perlu dari pelayanan publik, desentralisasi pelayanan dan sumber daya untuk masyarakat lokal, mendelegasikan pembuatan keputusan, memfasilitasi dan merespon kebutuhan rakyat Thailand melalui PNS yang akuntabel dan berkualitas. Undang-Undang pegawai negeri tahun 2008 telah mengatur mekanisme hukum untuk perekrutan dan seleksi. Proses tindakan, rekrutmen dan seleksi untuk layanan sipil Thailand dilakukan melalui tiga metode utama yaitu, ujian kompetitif, seleksi dan penunjukkan ahli dan spesialis. Proses rekrutmen dan seleksi Pegawai Negeri sipil Thailand didasarkan pada pelayanan kepada masyarakat berdasar pada merit sistem yang diklarifikasi oleh netralitas, keadilan kesetaraan, dan kompetensi. Kunci prinsip perekrutan diklarifikasi oleh keadilan, pemerataan, transparansi, dan standarisasi untuk memastikan bahwa calon terpilih memiliki pengetahuan tertentu, kemampuan dan kompetensi yang berhubungan dengan pekerjaan yang diberikan.

·      Manajemen Sumber Daya Manusia dan Pengembangan
Selama pemerintah Chuan Leekpai (1997-2001), CSC Thailand berupaya meningkatkan kualitas, ketepatan, keadilan dan efektivitas biaya dalam pelayanan publik melalui Thailand Internasional Publik Sector Outcomes (PSO) yang terdiri dari 2 komponen yakni standar sistem manajemen dan hasil (outcomes). Standar Sistem Manajemen terdiri dari 10 aspek yaitu: Standar Sistem Informasi Manajemen; Sistem Komunikasi; Sistem Pengambilan Keputusan; Sistem Pengembangan Sumber Daya Manusia; Sistem Pemeriksaan dan Keseimbangan; Sistem Partisipatif; Manajemen Sistem Pelayanan untuk Sektor Publik dan Swasta; Sistem Evaluasi; Sistem prediktif dengan Resolusi Konflik dan Krisis; serta Sistem Budaya dan Etis Profesional. Standar hasil pencapaian outcomes terdiri dari: (1) standar kinerja/output; (2) standar hasil (outcomes); (3) hasil akhir; dan (4) sistem pencegahan adanya konsekuensi yang tidak diinginkan. Perbaikan sektor publik meliputi bidang : rekayasa ulang proses kerja, restrukturisasi kerangka dan administrasi organisasi publik, reformasi keuangan dan sistem anggaran, meninjau manajemen sumber daya manusia dan sistem kompensasi, mengelola perubahan pada paradigma manajemen, budaya, dan nilai-nilai, memodernisasi sektor publik melalui sistem pengembangan e-government, dan mendorong partisipasi publik dalam pekerjaan sistem pemerintahan. Empat fokus strategi pembangunan terletak pada kompetensi pegawai, etika dan integritas, perubahan pemimpin, dan kualitas hidup (OCSC, 2009).

·      Menjunjung Tinggi Etika Pejabat
Sebagai seorang PNS harus mampu menjunjung tinggi etika pejabat seperti yang ditentukan oleh lembaga pemerintah yang bertujuan untuk mendapatkan pejabat yang baik dalam kehormatan dan martabat sebagai pejabat dalam setiap tindakan seperti kepatuhan dan desakan tanpa henti untuk mengambil tindakan yang benar; kejujuran dan tanggung jawab; transparan dan kinerja yang akuntabel; pelaksanaan tugas tanpa diskriminasi yang tidak adil; dan hasilnya berbasis penentuan.
Promosi PNS didasarkan pada merit sistem, tetapi dalam prakteknya sistem patronase  masih berlaku. Kedekatan dan uang sogokan telah menjadi faktor penting dalam promosi karir disamping kompetensi. Suthakawathin et al. (2007) mengungkapkan bahwa meskipun sistem penilaian kinerja dapat diterima di kalangan pejabat, namun masih ada praktik tidak adil dalam perekrutan, pemindahan, dan promosi yang menunjukkan kedekatan menjadi faktor kunci dalam kemajuan karir.

·       Peningkatan Efisiensi dan Pembangunan Motivasi dalam Kinerja PNS
UU Pelayanan sipil mengatur bahwa instansi pemerintah  berkewajiban untuk melaksanakan kegiatan untuk meningkatkan efisiensi dan membangun motivasi di kalangan PNS untuk mempertahankan PNS yang memiliki kualitas, kebajikan, etika dan memiliki moral yang baik dan kualitas hidup, inspirasi dan semangat dalam menjalankan fungsi dalam mencapai hasil yang diinginkan dalam pelayanan publik. Dalam banyak kasus, evaluasi kinerja tidak mencerminkan kinerja pejabat secara nyata karena orang memberikan laporan dalam situasi tertentu dengan harapan mendapatkan promosi (Suthakawatin et al, 2007).

Tantangan Masa Depan bagi Reformasi Pelayanan Sipil dan Keterbatasannya
·      Mencari paradigm baru untuk reformasi layanan sipil untuk mencapai tujuan reformasi
Reformasi layanan sipil di Thailand telah bergeser dari administrasi klasik ke manajemen publik. Seperti yang ditunjukkan oleh Denhardt dan Denhardt (2003) pelayan publik tidak hanya merespon tuntutan pelanggan, tetapi lebih fokus pada membangun hubungan kepercayaan dan kolaborasi di antara warga. Keterlibatan aktif warga dan organisasi masyarakat sipil dalam reformasi layanan sipil menjadi penting agar tujuan reformasi dapat dicapai dalam hal ekuitas dan kualitas pelayanan publik bukan hanya responsif di kalangan PNS.

·      Peningkatan etika dan tata pemerintahan dalam reformasi layanan sipil
Etika dan tata kelola merupakan tantangan dalam reformasi layanan sipil di Thailand selain peningkatan integritas dan akuntabilitas. Selain itu, semua PNS harus memperhatikan masyarakat kelas rendah, nilai-nilai masyarakat, norma politik, standar professional dan kepentingan warga negara.

·      Ketentuan utama yang menentukan penyimpangan dalam pelayanan sipil
Kode etik profesi berfungsi sebagai nilai inti dan standar moral bagi pejabat pemerintah di semua tingkatan dalam menjunjung tinggi etika dan integritas, hati nurani dan meningkatkan akuntabilitas, mempromosikan kepentingan nasional dan menghindari konflik kepentingan, menjaga kerangka legal, memberikan pelayanan public yang efisien tanpa standar (Lembaran Thailand, 2009:73-80).

Kesimpulan
Selama beberapa dekade pembangunan sampai sekarang, perubahan besar dalam sistem pelayanan sipil thailand telah dibuat, terutama dalam manajemen sumber daya manusia. Misi yang belum selesai dalam reformasi layanan sipil di Thailand adalah isu-isu tata kelola politik, korupsi atau konflik kepentingan, kualitas pelayanan publik, dan profesionalisme pegawai negeri sipil etika terutama profesional. Isu tersebut merupakan ancaman potensial yang telah menyebabkan konflik nilai-nilai dan krisis sosial di Thailand. Konsep reformasi kebijakan sipil harus dievaluasi dan diteliti. tantangan bagi reformasi layanan sipil thailand adalah bagaimana PNS belajar dan menyesuaikan diri dalam responsif terhadap era perubahan dan globalisasi. Isu penting lainnya mempromosikan penelitian tentang reformasi layanan sipil serta forum manajemen pengetahuan untuk pengalaman dalam organisasi pelayanan publik. Arah masa depan untuk reformasi pelayanan sipil mencakup masalah proses pembelajaran dalam reformasi layanan sipil, mempromosikan tata pemerintahan yang baik, meningkatkan nilai-nilai inti dan reformasi budaya, menjunjung tinggi profesionalisme serta kode etik profesional di antara pegawai negeri, dan mendorong para pemimpin transformasi di semua tingkat untuk mengatasi konflik dan krisis resolusi. Kendala dan keterbatasan reformasi layanan sipil yang berhubungan dengan tata kelola politik, akuntabilitas, dan sistem nilai PNS. Thailand dalam tahap krisis memerlukan kemauan politik dan stabilitas politik yang dapat mengintegrasikan upaya reformasi pelayanan public.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DARI TSSB HINGGA SDSB: SEJARAH “LOTERE LEGAL” SUMBANGAN BERHADIAH DI DIY, 1970AN HINGGA 1993

Indra Fibiona Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta Jl. Brigjen Katamso 139 Yogyakarta 55152 e-mail : indrafibiona@yahoo.com ABSTRAK Fenomena maraknya lotere baik legal maupun ilegal di tahun 1970an menjadi stigma bahwa judi merupakan Tradisi masyarakat jawa. Lotere memiliki ekses negatif terhadap perekonomian termasuk perekonomian masyarakat di DIY. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bertemakan sejarah sosial dengan metode penelitian snowball sampling dan triangulasi (kritik) dengan sumber primer mengenai peristiwa maraknya lotere pada waktu itu. Penelitian ini menjelaskan   tentang penyelenggaraan lotere TSSB hingga SDSB di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam kerangka historis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa   dana dari daerah banyak tersedot ke Jakarta untuk setiap kali pengundian lotere . Keberadaan KSOB dan TSSB juga menyulut protes masyarakat karena dampak negatif yang ditimbulkan. TSSB dan KSOB mengalami metamorfosis menjadi SDSB di ta

Good Governance: Asal Usul, Perkembangan Konsep dan Kritik

 written by:  Indra Fibiona & Bayu Putra Pendahuluan administrasi publik mengalami perkembangan paradigma secara dinamis. Diawali dengan Old Public Administration, di mana terjadi dikotomi locus dan fokus, dan masih kental orientasinya dengan government. OPA pada perkembangannya bergeser menjadi paradigma baru, yaitu   New Public   Manajemen, New Public Services hingga Good Governance (Keban, 2008). Good Governance diterjemahkan sebagai tata pemerintahan yang baik merupakan tema umum kajian yang populer, baik di pemerintahan, civil society maupun di dunia swasta. Kepopulerannya adalah akibat semakin kompleksnya permasalahan, seolah menegaskan tidak adanya iklim pemerintahan yang baik. Good Governance dipromosikan oleh World Bank untuk menciptakan tatanan pemerintahan yang sehat. Pemahaman pemerintah tentang good governance berbeda-beda, namun setidaknya sebagian besar dari mereka membayangkan bahwa dengan good governance mereka akan dapat memiliki kualitas pemerintahan y

Pengembangan Desa Wisata untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Written by Indra Fibiona

Pendahuluan Desa Wisata merupakan suatu bentuk intergrasi antara atraksi akomodasi dan fasilitas pendukung yang tersaji dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku ( Nuryanti, 1993: 2-3) . Desa wisata juga dapat dimaknai sebagai s uatu kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana mencerminkan keaslian pedesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan.             Di dalam pengembangan suatu desa menjadi desa wisata, disamping identifikasi terhadap unsur unsur yang ada di desa, penentuan desa wisata juga harus diimbangi dengan pemahaman karakteristik serta tatanan budaya masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar dapat dimanfaatkan dalam pengembangan aspek perekonomian desa tersebut (dinas par