Kementerian
Keuangan merupakan salah satu nomenklatur yang memegang peranan penting di Indonesia.
Visi Kementerian Keuangan adalah "Menjadi pengelola keuangan dan kekayaan
negara bertaraf internasional yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat, serta
instrumen bagi proses transformasi bangsa menuju masyarakat adil, makmur, dan
berperadaban tinggi". Kementerian
Keuangan membangun Roadmap, sebagai acuan bagi kebijakan pimpinan dan unit-unit
kerja Departemen dalam merealisasikan visi tersebut. Kebijakan itu kemudian
dimanifestasikan melalui KMK 454/KM.01/2011 dengan mengimplementasikan sistem
Balanced Score Card. Balanced Score Card merupakan metode perencanaan
strategi yang memiliki kelebihan sebagai
berikut. BSC bisa berfungsi sebgai alat yang mengkomunikasikan strategi antar
stakeholder di dalam organisasi baik pegawai, manajer, dalam hal ini adalah
organisasi Kementrian Keuangan. Dengan menggunakan BSC, stakeholder bisa
melakukan review terhadap strategi dan pencapaiannya. Kedua, BSC dapat mengaitkan kinerja organisasi
(performance). Proses pelaksanaannya dapat dipantau tingkat pencapaiannya dengan
menggunakan Key Performance Indicators. Dengan demikian organisasi bisa
mengatasi hambatan dari pegawai dan manajemen (Luis, Birowo 2007 :48 - 49). Dalam
manajemen kinerja berbasis Balanced Scorecard yang digunakan di Depkeu
menggunakan strategy map yang merupakan peta strategis yang menggambarkan
hubungan sebab akibat antara perspektif Strategic Outcomes (Stakeholder &
Customer), Internal Process dan Learning and Growth. Pada awal pengembangannya,
Peta strategi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terdiri atas lima peta yang
menggambarkan tema Pendapatan Negara, Belanja Negara, Pembiayaan APBN, Kekayaan
Negara, serta Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Namun, karena terlalu banyak dan rumitnya monitoring atas
IKU dari lima peta tersebut, pada tahun 2009 dilakukan penyempurnaan menjadi
satu peta strategi yang terdiri atas 4 perspektif yaitu strategic
outcomes/stakeholder, customer, internal process, dan learning and growth.
Kemudian, dengan adanya Renstra Kemenkeu Tahun 2010-2014 maka BSC level Depkeu-Wide
beradaptasi dengan Renstra tersebut. BSC
merupakan alat manajemen strategi yang menerjemahkan visi, misi dan strategi
yang tertuang dalam Renstra ke dalam suatu peta strategi. Pengelolaan kinerja
berbasis BSC di lingkungan Kemenkeu didasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 12/KMK.01/2010 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Departemen
Keuangan. Keputusan tersebut mengatur tentang penetapan pengelola kinerja,
kontrak kinerja, penyusunan dan perubahan peta strategi, IKU, target, dan pelaporan
capaian kinerja triwulan kepada Menteri Keuangan.
BSC
yang digunakan Kemenkeu merupakan tools rekayasa manajemen untuk mengembangkan
strategi organisasi ke dalam sasaran strategi dan rencana taktis pada
satuan-satuan organisasi di bawahnya bahkan hingga pada tataran individu. Ability dalam melakukan proses generate terhadap suatu sasaran
organisasi yang disupport secara penuh seluruh jajaran eselon memberikan tools
untuk harmonisasi pencapaian kinerja organisasi sampai dengan kinerja level
individu. Proses tersebut memiliki ekspektasi memunculkan sinergi antarlevel
organisasi (vertical alignment) dan antarelemen organisasi (horizontal
alignment) sehingga sumber daya organisasi dapat diarahkan secara efektif dan
efisien untuk mencapai sasaran organisasi dengan menggunakan strategi yang
terkoordinasi (strategy focused organization).Beberapa hal yang menjadi
keuntungan dalam pengembangan aplikasi secara in-house antara lain sistem
analis dan programmer memiliki background pengetahuan pengalaman atas sistem
kepegawaian dan pengelolaan kinerja sehingga dalam proses pengembangan relatif
lebih cepat, akses informasi yang luas dan leluasa kepada pemilik proses
bisnis, tidak memerlukan proses bidding yang memakan waktu, sehingga tenggat
enam bulan bisa diselesaikan, dan source code dan knowledge aplikasi dipahami
oleh developer yang mana merupakan pegawai Kementerian Keuangan, sehingga
memudahkan maintenance dan pengembangan lebih lanjut.
Pada
pengembangan fase pertama (Januari-Juni 2012), pengembangan core e-performance
yang secara fungsi mampu menangani kebutuhan dasar aplikasi yaitu menyusun
sasaran strategis, menyusun kontrak kinerja dan cascading IKU, penilaian
kinerja (Capaian Kinerja Pegawai) dan proses pengukuran Nilai Perilaku serta
akhirnya menyusun Nilai Kinerja Pegawai. Laporan (reporting) modul serta
monitoring sudah dikembangkan juga dengan fitur-fitur inti. Fitur tambahan dan
menu untuk pengelolaan kinerja pegawai yang mutasi akan dikembangkan pada tahap
kedua agar bisa menampung semua kebutuhan user. Dalam proses implementasi
aplikasi semua pegawai harus memahami secara tepat mengenai
pengertian-pengertian teknis di dalam aplikasi menyangkut ketentuan dalam KMK
454/KM.01/2011 agar dapat menggunakan aplikasi secara benar. Sebagai contoh,
semua pejabat pada semua jenjang eselon perlu tahu bagaimana menyusun manual
IKU sehingga dalam proses penilaian kinerja mengetahui benar standar ukuran
kinerja yang dicapai, dan bilamana standar tersebut telah dicapai. Sebagai
contoh dalam menyusun manual IKU apabila tertukar antara jenis periode data sum
dengan average. Hal tersebut tentu menjadi perhatian para pengelola kinerja
organisasi dan pegawai pada semua jajaran untuk secara aktifmemberikan
pemahaman secara komprehensif dan coaching kepada para pegawai di
lingkungannya. Termasuk mengubah budaya agar secara rutin para pejabat/ pegawai
mengakses aplikasi untuk melaksanakan tugas-tugas terkait pengelolaan kinerja.
Perlu juga diberikan pemahaman bahwa saat ini pengelolaan kinerja sudah merupakan
tugas yang melekat kepada semua pegawai sehingga perlu kiranya ke depan
diintegrasikan dalam uraian jabatan.
Referensi
:
Luis, Suwardi, Prima Birowo.
2007. Step by step in cascading Balanced
Scorecard to Functional Scorecards. Jakarta: Gramedia.
Rohmawan,
Anang. “Dinamika Implementasi e-performance dan Pengelolaan Kinerja di
Kementerian Keuangan” dalam Buletin
Kinerja edisi XII/ 2012.
Komentar