written by Prof. Eko Prasojo, Reviewed By Indra Fibiona & Bayu Putra
Reformasi Birokrasi di Tingkat Pemerintah Daerah
Tantangan dan Implikasi Kebijakan
Sistem pelayanan publik
memiliki peran penting dan strategis dalam pengelolaan negara. Hal ini
setidaknya didasarkan pada dua fakta: pertama, keberhasilan beberapa negara
terletak pada upaya yang sistematis dan serius untuk mereformasi sistem
pelayanan publik. Kedua, pegawai negeri publik merupakan faktor dinamis
birokrasi yang berperan dalam pengelolaan pemerintah. Berdasarkan dua fakta,
kita dapat mengambil kesimpulan
bahwa pegawai negeri adalah kunci keberhasilan dalam pelaksanaan proses tata
kelola dan manajemen. Kualitas birokrasi negara sangat tergantung pada kualitas
pelayanan
publik.
Indonesia
selama ini kurang
memperhatikan pelaksanaan reformasi
birokrasi.
Hal
ini terlihat dari program
reformasi
pelayanan
publik
yang agak
tersendat.
Setelah
reformasi
melalui UU No
43/1999
tentang
Pokok-Pokok
Kepegawaian, tidak ada upaya
nyata dari pemerintah
untuk
segera mereformasi
sistem
pelayanan publik. Seolah-olah
reformasi
PNS identik dengan
perubahan
renumerasi
belaka,
bukan
merupakan upaya untuk
meningkatkan
kompetensi kerja dan
profesionalisme
Selama
orde
baru, Birokrasi
Indonesia,
dengan layanan publik sebagai salah
satu unsurnya,
sangat
dipengaruhi
oleh
kekuatan politik dalam
korporatisme negara.
Selama
Era
Reformasi,
pilar
birokrasi
sangat
rentan
terhadap intervensi
politik
dan netralitas PNS
serta kemerdekaannya sebagai
pelaksana
pemerintahan
untuk lebih kritis
terhambat,
sehingga posisinya sangat dilematis.
Pegawai
percaya
bahwa
lebih baik memiliki
hubungan
dengan para penguasa
karena
terbukti
bermanfaat
untuk status,
kelas, dan karir.
Akar
masalah
pelayanan
publik di Indonesia
dikelompokkan
dalam dua faktor utama
(Prasojo,
2007): (1) sistem internal
pegawai
negeri sendiri,
(2) faktor eksternal yang
mempengaruhi fungsi dan
profesionalisme
pegawai
negeri publik. Situasi
problematik
berkaitan
dengan sistem internal
pegawai
negeri, dapat
dianalisis
dengan
memperhatikan unsur-unsur
yang
membentuk layanan
publik,
antara
lain: (1) perekrutan,
(2) penggajian dan
reward, (3) pengukuran
kinerja;
(4)
promosi
status;
(5)
pemantauan.
Kegagalan
pemerintah
untuk
melaksanakan reformasi
terkait
dengan unsur-unsur
yang
akhirnya
melahirkan
birokrat
dengan ciri memiliki moral
bahaya, serta kurangnya
kompetensi
dalam
menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya.
Pilar
reformasi
pelayanan
publik adalah penerbitan
UU
No 43/1999
untuk
merevisi UU
No.8/1974
tentang
Pokok-Pokok
Kepegawaian. Reformasi pelayanan
publik harus diatur
dalam
bentuk perubahan yang
signifikan (evolusi
meningkat)
melalui
serangkaian tindakan
konseptual,
sistematis dan berkelanjutan
kegiatan
pembaharuan
melalui
restrukturisasi, meninjau, pemesanan, memperbaiki,
meningkatkan dan memperbarui
sistem
yang ada, kebijakan dan hukum
mengenai
layanan publik
termasuk
peningkatan
moralitas
dan
karakter mereka sesuai dengan
tuntutan
kontemporer
dan norma-norma
yang
berlaku, penguatan
komitmen
dan implementasi
dari
hukum negara.
Selain
revisi
tata
cara pelayanan publik,
di era reformasi ada
juga perubahan dalam
penamaan
institusi
pelayanan publik dari
BAKN
(Badan
Administrasi
Kepegawaian
Nasional)
ke
BKN
(Badan
Kepegawaian Nasional).
Perubahan
ini
disebabkan oleh meningkatnya jumlah
pegawai
negeri publik (PNS) di Indonesia,
yang tidak disertai dengan
munculnya
kompetensi
yang
memadai. Perubahan
BAKN
ke
BKN
bertujuan
untuk meningkatkan peran
pengorganisasian
institusi
pelayanan publik
tidak
hanya untuk mengumpulkan data
administratif
tetapi
juga untuk mengembangkan
kompetensi
yang
memadai dari
pegawai
negeri publik untuk menegakkan
tugas
pembangunan,
untuk
mendukung proses pengambilan
pemerintahan
dan untuk memberikan
pelayanan
publik.
Dalam
hal demokratisasi
layanan
publik,
pasal
13 ayat (3)
UU
No 43/1999
tentang
Pokok-Pokok
Kepegawaian menetapkan
pembentukan
Komisi
Layanan
Publik
Negara
(Komisi
Kepegawaian
Negara).
Namun
hingga
kini komisi itu
belum
didirikan.
Namun
demikian pemerintah
Indonesia baru-baru ini
diterbitkan
grand
design reformasi
birokrasi
melalui
penerbitan Keputusan
tidak
Miniterial.
15/2008,
yang juga berfungsi sebagai cetak
biru
reformasi
hingga
tahun 2025.
Sekilas Konteks Sosial Politik
Konteks
sosial politik sistem layanan publik di indonesia tidak dapat dipisahkan dari
pengaruh kolonialisme Belanda sejak 1596 sampai dengan 1945. Sesuai dengan
tujuan penjajah, Karakteristik utama layanan publik saat ini dipengaruhi budaya
kolonial. Selain Eropa yang memegang kekuasaan birokrasi, terdapat
kelompok pribumi kelas menengah yang juga tertarik untuk menjadi birokrat
(Pangreh Praja).
Birokrasi Indonesia
pasca kemerdekaan pada dasarnya dapat dikategorikan kedalam lima periode
perkembangan sistem politik, yaitu 1945-1950 (awal kemerdekaan), 1950-1959
(periode demokrasi parlementer), 1959-1966 (periode demokrasi), 1966-1999
(periode orde baru) dan 1999 s/d sekarang (periode orde reformasi) (Thoha,
2003).
Status
Sistem Layanan Publik Saat Ini
Sejak
dikeluarkannya UU No. 43/1999 tetang Pokok-Pokok Kepegawaian telah mengubah
paradigma sistem pelayanan publik di Indonesia, dari pendekatan personil menuju
Pelayanan Publik yang didasarkan pada kompetensi dan pencapaian kerja. Konsep
sistem personil tersebut diikuti ; (1) Kewenangan, aturan dan tanggung jawab
dalam mengelola pemerintahan penyimpangan dari Presiden sebagai Kepala
Pemerintah. (2) Perumusan kebijakan publik dalam bentuk norma, standar dan
prosedur dibangun dan dilaksanakan oleh pemerintah (sistem terpadu); (3)
Manajemen operasional di level daerah
dijalankan sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat
(sistem desentralisasi); dan (4) Pemerintah pusat mengawasi dan mengontrol
sistem pelayanan publik.
Perekrutan
dan Seleksi Pegawai.
Pada umumnya
perekrutan PNS dibagi dalam dua sistem : sistem sentralisasi dan sistem
desentralisasi. Dalam siststem sentralisasi, kebijakan perekrutan PNS yang
meliputi aturan, standar, prosedur, komposisi materi tes dan standar kelulusan
dikelola oleh TKK (Personel Work Team), yang terdiri dari BKN, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi, dan institusi terkait di level pusat. Dalam sistem
perekrutan desentralisasi, kebijakan dilakukan oleh level pusat (BKN),
sementara lembaga didaerah hanya melakukan rekrutmen personil, yaitu penetapan
standar kelulusan. Dalam penyusunan materi tes, lembaga daerah berkolaborasi
dengan pihak akademi dan pihak universitas. Terdapat tiga materi tes yaitu (1)
Tes Pengetahuan Umum, meliputi pengetahuan dan idiologi, plotik, ekonomi,
sosial budaya, dan hukum; (2) Tes Skolastik, meliputi kemempuan verbal,
kemampuan hitung dan kemampuan penalaran; (3) Tes Substantif, yang akan
mengukur kemampuan peserta dengan kompetensi yang dibutuhkan.
Promosi
dan Rotasi
Dalam hal yang berkaitan
dengan kemajuan karir, baik promosi dan rotasi telah tegas diatur dalam
ketentuan hukum . Peraturan yang berkait, misalnya pasal 12 ayat 22 dalam PP
No. 43/1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian,
untuk memenuhi kewajiban dalam pemerintahan dan pembangunan nasional, negara
membutuhkan PNS yang profesional, bertanggung jawab, jujur, dan adil.
Promosi juga
disebut kenaikan posisi di sistem PNS di Indonesia, mempunyai perbedaan syarat
tergantung pada masing-masing pekerjaan. Kenaikan posisi didasarkan pada sistem
kenaikan pangkat reguler dan sistem kenaikan pangkat selektif.
·
Kenaikan
Pangkat Reguler
Kenaikan
Pangkat Reguler diberikan kepada PNS yang tidak menduduki jabatan struktural
maupun jabatan fungsional. Kenaikan tersebut tidak pada posisi yang lebih
tinggi dari atasan mereka. Kenaikan Pangkat Reguler diberikan setelah PNS
setiap 4 tahun sekali, dan jabatan tertinggi mereka ditentukan oleh tingkat
pendidikan.
·
Kenaikan
Pangkat Selektif
Kenaikan
Pangkat Selektif bagi PNS dalam posisi struktural, posisi fungsional atau
posisi tertentu diangkat melalui keputusan presiden, diberikan dalam
batas-batas hierarki posisi mereka, yang telah ditentukan sebelumnya untuk
posisi yang relevan.
·
Pelatihan
dan Pengembangan
Peraturan yang relevan dengan diklat
adalah
Peraturan Pemerintah
(PP) No 101/2000
tentang
Pendidikan dan
Pelatihan Kerja
bagi Karyawan
Publik.
Secara umum,
ada dua
jenis diklat
PNS:
prajab
dan
penataran.
Untuk
PNS,
ada empat jenis
diklat:
(1) Prajab:
diklat
wajib bagi
calon
PNS
sebelum mereka
diangkat
menjadi PNS,
yang terdiri
dari prajab
Kelompok I,
II, dan III,
(2) diklat
kepemimpinan wajib
untuk
PNS
sebelum
mereka
menempati
posisi
Struktural
di
Eselon
I, II,
III dan IV,
(3) pelatihan
fungsional:
diklat
untuk
jabatan
fungsional, ditentukan
oleh Lembaga
Bimbingan
jabatan
Fungsional; dan
(4) pelatihan
teknis: diklat
yang
mengajarkan keterampilan
dan /
atau
penguasaan
pengetahuan teknis
yang berkaitan
langsung dengan melakukan
tugas
utama
di
lembaga-lembaga yang
relevan.
·
Remunerasi
Sistem remunerasi PNS di Indonesia berdasarkan jenis pekerjaan dan tanggung jawab. Dalam pelaksanaannya, gaji pokok PNS berdasarkan pada posisi mereka dalam hirarki dan kepemilikan. Sistem gaji PNS dibagi menjadi: (1) sistem skala tunggal: sistem gaji di mana karyawan di posisi yang sama menerima jumlah yang sama dari gaji terlepas dari karakteristik pekerjaan dan tanggung jawab kerja. , (2) Sistem ganda skala: sistem gaji tidak hanya berdasarkan pada posisi, tetapi juga pada karakteristik kerja, prestasi kerja, dan tanggung jawab pekerjaan, dan (3) sistem skala gabungan: PNS dalam posisi yang sama menerima jumlah yang sama dari dasar gaji. Manfaat juga diberikan kepada PNS dengan tanggung jawab yang lebih besar dan yang memiliki tingkat yang lebih tinggi prestasi kerja.
Sistem remunerasi PNS di Indonesia berdasarkan jenis pekerjaan dan tanggung jawab. Dalam pelaksanaannya, gaji pokok PNS berdasarkan pada posisi mereka dalam hirarki dan kepemilikan. Sistem gaji PNS dibagi menjadi: (1) sistem skala tunggal: sistem gaji di mana karyawan di posisi yang sama menerima jumlah yang sama dari gaji terlepas dari karakteristik pekerjaan dan tanggung jawab kerja. , (2) Sistem ganda skala: sistem gaji tidak hanya berdasarkan pada posisi, tetapi juga pada karakteristik kerja, prestasi kerja, dan tanggung jawab pekerjaan, dan (3) sistem skala gabungan: PNS dalam posisi yang sama menerima jumlah yang sama dari dasar gaji. Manfaat juga diberikan kepada PNS dengan tanggung jawab yang lebih besar dan yang memiliki tingkat yang lebih tinggi prestasi kerja.
·
Pemberhentian Karyawan
Salah
satu fungsi penting
manajemen PNS,
seperti yang dinyatakan dalam
UU No 43/1999
adalah
Pemberhentian
Karyawan,
secara khusus
diatur dalam
pasal 23
sampai 25.
Pemberhentian
atas kasus ini
memiliki dua
definisi:
Pemberhentian
dari posisi
dalam
pemerintahan dan
pemberhentian sebagai
PNS.
Pemberhentian
dari
jabatan
pemerintahan tidak
berarti PHK,
seorang PNS
tidak berhenti
bekerja untuk
sebuah
organisasi dan
masih mempertahankan
status PNS
mereka.
Dalam
pemberhentian
sebagai
PNS,
mereka kehilangan
status PNS
mereka.
Ada
beberapa jenis
pemberhentian
sebagai
PNS:
a. Pemberhentian sebagai
PNS
atas
permintaan sendiri
b.
Pemberhentian PNS
yang telah
mencapai batas
usia pensiun
(BUP)
c.
Pemberhentian
PNS karena penyederhanaan organisasi
d. Pemberhentian PNS
yang telah
melakukan pelanggaran
peraturan /
tindakan
kriminal /
penipuan
e.
Pemberhentian
PNS karena alasan fisik atau mental
f.
Pemberhentian
karena meninggalkan tugas mereka
g.
Pemberhentian
PNS yang meninggal atau telah hilang
h.
Pemberhentian
PNS karena alasan lain
Institusi Pengelola
Pelayanan Publik
Kebijakan manajemen
pelayanan
Publik
diatur
oleh presiden
sebagai kepala
pemerintah.
Pasal 34
Peraturan
Pemerintah No.
34/1999
menyatakan
bahwa Badan
Kepegawaian
Nasional
(BKN)
didirikan
dalam rangka
menjamin
kelancaran
pelaksanaan kebijakan
manajemen
PNS.
BKN
adalah
lembaga
pemerintah non departemen
di bawah
Presiden. Dalam
menjalankan tugasnya. BKN dikoordinasikan oleh Kementerian
Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan). Fungsi
BKN
adalah untuk
mengelola sistem
PNS,
termasuk perencanaan, pengembangan kualitas sumber daya PNS dan administrasi
kepegawaian,
pengawasan dan
pengendalian, menyebarkan
dan mengelola
informasi pelayanan
publik, mendukung perumusan
kebijakan di
bidang
kesejahteraan PNS,
dan memberikan
dukungan bimbingan teknis kepada personil, mengelola
unit
organisasi baik
institusi pemerintah
pusat maupun
daerah. Untuk
itu, BKN
memainkan
peran penting dalam
administrasi dan
manajemen PNS
di Indonesia.
Reformasi Kepegawaian
Perubahan Struktur dan
Budaya
Penyempurnaan sebagaimana didefinisikan dalam UU
No 43/1999 bertujuan untuk mengelola struktur pegawai negeri publik,
profesionalisme dan netralitas aparatur negara, dan desentralisasi kewenangan
personil, sementara tetap mempertahankan mobilitas dan peningkatan
kesejahteraan PNS. Fakta menunjukkan bahwa reformasi sejauh ini belum
menunjukkan hasil yang diinginkan. Masih ada banyak masalah pada setiap tingkat
manajemen PNS, mulai dari perekrutan sampai pemberhentian. Perekrutan personil masih
dipandang sebagai proyek tahunan, dan bukan bagian dari kebutuhan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan publik dan pemerintahan. Hal ini ditunjukkan
dengan kurangnya analisis jabatan, berdasarkan persyaratan kerja yang
ditentukan. Kondisi ini jelaskan oleh Naqib (2000), yang menyatakan bahwa
faktor dominan di balik inefisiensi kinerja PNS adalah kebijakan rekruitmen
personil di institusi pemerintah. Kebijakan ini tidak didasarkan pada
perencanaan tenaga kerja tetapi lebih pada kepentingan politik dan kekuasaan
(Herman, 2006). Situasi ini diperparah oleh korupsi, kolusi, dan nepotisme, di
mana kemampuan pribadi dan keterampilan tidak diperhitungkan. Secara umum,
sistem perekrutan PNS saat ini tidak berdasarkan prestasi kompetensi, tetapi
hanya pada nepotisme.
Pembentukan Pengukuran
Kinerja
Pemerintah telah dan sedang membuat beberapa
reformasi dalam kaitannya dengan Sistem Layanan Publik, misalnya: penganggaran
berbasis kinerja, di mana anggaran lembaga pemerintah harus didasarkan pada
kinerja yang ditargetkan. Reformasi pada anggaran berbasis kinerja telah
dinyatakan dalam UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara. Menurut hukum, setiap
lembaga di diwajibkan untuk mendirikan sebuah pengukuran kinerja selama alokasi
anggaran mereka. Selain itu, setiap individu dalam institusi tersebut wajib
memiliki kontrak kinerja individu.
Pengembangan Sistem
Insentif Baru
Reformasi yang lain dalam sistem pelayanan publik
diwujudkan melalui proyek percontohan untuk reformasi dalam kinerja manfaat.
Proyek ini juga dilaksanakan di beberapa departemen lain dan lembaga
pemerintah. Reformasi ini dimulai pada Departemen Keuangan pada tahun 2006,
karena komitmen politik yang sangat tinggi dari Sri Mulyani sebagai Menteri
Keuangan. Beberapa perubahan telah dilaksanakan, seperti penempatan personil
berdasarkan kompetensi, membuka kantor baru untuk pelayanan publik, pemangkasan
dari beberapa struktur internal yang tidak perlu, pengukuran kinerja dan
penyediaan manfaat kinerja, dan karena itu reformasi remunerasi belum
melahirkan hasil positif.
Pengembangan Pusat
Penilaian dan Sistem Informasi Terpadu
Untuk memetakan profil kompetensi pegawai publik,
proyek percontohan di Departemen Keuangan juga membangun pusat penilaian
ditujukan sebagai dasar perencanaan, rotasi karir karyawan dan perbaikan.
Pembentukan penilaian pusat pada dasarnya meliputi empat komponen utama, yaitu
menyusun kamus kompetensi, yang terdiri dari rincian istilah kompetensi,
kompetensi standar yang terdiri dari daftar kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang pejabat untuk menduduki posisi tertentu, metode dan instrumen
pengukuran kompetensi yang dibutuhkan dan profil kompetensi masing-masing PNS
dan pejabat. Profil kompetensi adalah data berdasarkan dan digunakan sebagai
dasar untuk departemen keuangan untuk merencanakan dan meningkatkan karir
karyawan. Jenis lokakarya dan pelatihan yang harus diambil oleh karyawan dan
pejabat didasarkan pada analisis kebutuhan kompetensi, melakukan melalui pusat
penilaian.
Penawaran Terbuka untuk
Promosi
Salah satu reformasi yang telah dilakukan sebagai
proyek pengambilan sampel sejak 2006 di Departemen Keuangan adalah promosi
resmi melalui penawaran terbuka. Proses pemenuhan posisi resmi melalui tender
terbuka dilakukan dengan memberikan kesempatan terbuka untuk setiap PNS dan
pejabat di Departemen Keuangan untuk mengikuti seleksi untuk posisi tertentu.
Melalui sistem, kami berharap untuk memilih calon terbaik untuk memenuhi posisi
yang kosong. Sistem tender terbuka memberi kesempatan terbuka bagi semua
karyawan untuk diterapkan ke panitia seleksi untuk posisi yang kosong sendiri. Aspek-aspek yang dianggap
memenuhi posisi kosong adalah kompetensi karyawan, prestasi karir, kinerja
kerja, masa kerja, lokasi kerja, peringkat karir, catatan disiplin, dan
persyaratan khusus yang diperlukan. Untuk menekankan tentang aspek tersebut,
pemenuhan posisi kosong melalui tender terbuka tidak dilakukan di ruang
tertutup, tidak seperti apa yang sering terjadi dalam pemenuhan posisi di
Indonesia.
Reformasi Birokrasi di Tingkat Pemerintah Daerah
Sistem desentralisasi dilaksanakan pada tahun
2001, berdasarkan UU No 22/1999, di beberapa pemerintah daerah, dan sejak itu
reformasi birokrasi juga telah berlangsung. Reformasi ini sangat tergantung
pada setiap kepala pemerintah daerah. Daerah dengan para pemimpin berkomitmen
tinggi biasanya mampu melaksanakan reformasi pelayanan publik dengan baik.
Sebaliknya, daerah yang pemimpinnya tidak memiliki komitmen, dan secara ekonomi
masih dalam hutang politik karena pemilu daerah, biasanya tidak dapat membuat
perubahan. Perubahan parsial dan beberapa lokal dilaksanakan oleh sejumlah
pemerintah daerah termasuk sistem rekrutmen yang lebih transparan, sebuah fit
and proper test yang terbuka untuk penempatan personil, dan berbasis kinerja
sistem remunerasi. Reformasi dalam pelayanan publik daerah memiliki sedikit
kelemahan, misalnya, sangat tergantung pada komitmen kepala pemerintah daerah,
dan memerlukan perubahan payung hukum di tingkat nasional. Beberapa reformasi
di tingkat daerah bahkan sering melanggar aturan-aturan hukum pada tingkat
nasional.
Tantangan dan Implikasi Kebijakan
Di tingkat perekrutan, masalahnya adalah
kurangnya pola standar untuk rekrutmen karyawan karena masih sangat tergantung
pada keputusan politik. Selain itu, persyaratan dan proses perekrutan tidak
mencerminkan kompetensi karyawan yang sebenarnya adalah wajib. Oleh karena itu
ada beberapa rekomendasi yang mengarah pada perubahan sistem perekrutan.
Sebelum perekrutan, analisis harus dilakukan untuk setiap posisi dan pekerjaan
di setiap sektor dan tingkat pemerintahan. Hal ini diperlukan untuk mengetahui
persyaratan kerja yang dibutuhkan dan harus dipenuhi oleh calon PNS.
Persyaratan untuk posisi dan pekerjaan yang diuraikan dalam materi pemeriksaan
yang mencerminkan kompetensi pelamar.
Arah lain dari reformasi adalah kebutuhan
untuk secara
akurat memperkirakan
kondisi yang
terjadi saat
ini. Kondisi
yang ada
tidak hanya
mencerminkan rasio
jumlah
pegawai
terhadap
penduduk (rasio
beban
kerja),
tetapi juga kualifikasi
yang dimiliki
oleh karyawan.
Kebutuhan
pemetaan
ini relevan
dengan jumlah
dan kompetensi
dari
pegawai negeri
publik akan
direkrut.
Sebagai
akibatnya, rekrutmen pegawai negeri bukan proyek tahunan
belaka
karena
ketersediaan anggaran
dan formasi
bagi
PNS di
setiap sektor
dan tingkat
pemerintahan.
Rekrutmen
harus
didasarkan pada
penilaian kebutuhan
yang dilakukan
secara hati-hati. Ada juga masalah dalam sistem pendidikan dan
pelatihan (diklat) pegawai. Meskipun telah dilakukan dengan hati-hati ,
pelaksanaan diklat masih menemui beberapa masalah:
1. Masalah otoritas
2. Masalah kualitas
diklat
3. Masalah mempertahankan
alumni diklat
4. Masalah Anggaran
Kesimpulan
Pola pikir birokrat sebagai pemegang otoritas
bukan sebagai pegawai negeri telah menghambat reformasi untuk meningkatkan
kualitas pelayanan publik. Tak heran jika kompetensi birokrat tidak memadai,
prosedur pelayanan publik masih panjang dan tidak adanya
transparansi. Hal ini dikarenakan
menyepelekan pentingnya reformasi pelayanan publik. Kita harus ingat bahwa reformasi pelayanan
publik adalah agenda terpenting dalam reformasi birokrasi secara keseluruhan.
Reformasi Pegawai Negeri Sipil adalah bagian dari
reformasi birokrasi yang menentukan keberhasilan kualitas birokrasi. Reformasi
Pelayanan Publik dilakukan oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 1999 dan belum
menunjukkan perbaikan yang signifikan dalam kualitas pegawai negeri publik
(PNS). Tidak mudah untuk mengambil langkah pada reformasi birokrasi, pada
dasarnya untuk perubahan sistem harus disertai dengan perubahan pola pikir
aparatur negara dan budaya yang belum didasarkan pada semangat untuk memberikan
pelayanan publik yang baik. Secara obyektif, reformasi pada tingkat
perekrutan, pendidikan dan pelatihan, promosi, remunerasi dan pemberhentian
masih terhambat oleh otoritas yang lebih tinggi dan sebagian besar kepentingan
politik kelompok tertentu dan individu. Ironisnya, reformasi pelayanan
publik dipandang sesuai dengan perbaikan remunerasi saja buka merupakan upaya peningkatan profesionalisme pegawai. Jadi, perlu adanya
tindakan berani dari pemerintah untuk menyisihkan kepentingan politiknya.
Komentar
www.kiostiket.com